Selalu ada yang berbeda bagi anak kelas 3 SMA. Tidak hanya tuntutan untuk mencapai standar nilai nasional di UAN, tapi mereka juga harus memikirkan pendidikan lanjutannya di perguruan tinggi. Bagi yang ingin masuk swasta, tentu ini bukan hal yang sulit. Hampir sama sekali tidak ada kendala dan persyaratan yang berat untuk masuk PTS di Indonesia, meskipun PTS ternama. Ini berbanding terbalik dengan anak-anak kelas 3 SMA yang ingin melanjutkan ke perguruan tinggi negeri ternama seperti UI, UGM, UNPAD, dll. Mereka harus belajar ekstra keras untuk memperebutkan quota bangku yang sangat sedikit dan tidak sebanding dengan para pendaftarnya. dan bisa dipastikan, yang mendapatkan bangku tersebut adalah anak-anak berprestasi. Tidak dapat dipungkiri, hampir setiap tahunnya tempat-tempat bimbingan belajar menjadi pilihan bagi mereka untuk masuk PTN. Dan mereka, lagi-lagi dituntut untuk meluangkan waktu dan belajar ekstra keras.
Aku mungkin termasuk satu dari ratusan ribu pelajar Indonesia yang berambisi menembus pintu PTN, terutama UGM. Alasannya tentu karena kualitas dan kredibilitas UGM yang sudah tidak diragukan lagi di kancah Internasional. sejak awal tahun ajaran, hari-hari ku mulai disibukkan dengan berbagai aktivitas demi menggapai impian itu. Bimbel rasanya menjadi pilihan yang tepat.
Hari-hari memang selalu berlalu tanpa terasa. Saat itu sudah pertengahan Februari. Hanya tinggal menunggu detik detik tes PBS (penelusuran bakat swadana). Ini adalah salah satu jalur masuk Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Pendaftaran tes PBS bisa dibilang cukup rumit. Selain harus ada surat keterangan peringkat dari sekolah, beberapa hari sebelum tespun kita harus memverifikasi data.
Hari yang amat sangat tidak ditunggu pun tiba. 21 Februari, tes PBS UGM dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia. Begitu liat soal, satu kata yang keluar adalah, "bismillahirrahmannirrahim". Soal bakat skolastik, aku tidak menemukan kesulitan yang berarti. Begitu soal matematika, ya Allah, it was killing me! aku bener-bener stuck. tiba-tiba langsung keingetan kata ayah, "baca soalnya berulang-ulang,kamu pasti bisa!". tapi tetep aja, dari 30 soal, cuma bisa 8! daripada buang waktu, aku pindah ke soal bahasa Inggris. Soalnya ga terlalu susah, jujur aja, tes di LIA jauuuuh lebih susah daripada yang ini. Alhamdulillah banget lancar di bahasa Inggris. Masih ada waktu, aku balik lagi ke soal matematika! Stuck and stuck! 22 soal yang tersisa sama sekali ga bisa dikerjain. mau nangis aja rasanya. Kayaknya usaha selama ini sia-sia.
Wakti tinggal 15 menit lagi! Tragis banget ngeliat LJK yang masih bolong-bolong. Pas ngelirik ke kartu peserta, disitu ada logo UGM. Ya Allah, kepengeeeen banget rasanya. Tapi kayaknya ga mungkin dengan jawaban yang kayak gini bisa masuk UGM. Apalagi Ilmu Komunikasi! Akhirnya semua yang kosong aku jawab asal-asalan. Untungnya, tes PBS ga berlaku nilai minus.
Begitu keluar dari ruangan, ayah nelfon dan bilang kalo dia udah nungguin di bawah. Padahal tadi pas abis nganterin, dia bilangnya ga bisa jemput. Hampir semua anak yang keluar dari ruangan ceria banget. Kayaknya mereka bisa ngerjain soal itu dan yakin bisa diterima di UGM. Ayah langsung nanya,
"Gimana tesnya? bisa kan?"
"Ya nggaklah". dengan entengnya aku cuma bisa bilang gitu. Padahal dalam hati nangis banget. Aku takut ga akan bisa membahagiakan orang tuaku.
Sampe rumah, si Ridho, temen SMA yang ikut tes PBS juga sms. Dia juga nanyain hal yang sama kayak ayah. OMG, mau nangis banget rasanya.
Tanggal 27 Februari adalah pengumuman. Laptop gabisa dipake. Pulsa buat ke modemnya ga bisa masuk-masuk. Aku bener-bener cuma bisa PASRAH. Kayaknya makin banyak aja gejala-gejala kegagalan. Tepat jam 12 malem, deg-degan juga. Akhirnya nyoba buka dari HP. Error! mbah putri bilang, "coba lagi aja". berkali kali dicoba, dan akhirnya bisa!
Yang bikin shocknya, aku justru diterima di Ilmu Komunikasi. Hal yang selama ini seolah cuma ada di alam mimpi aja. Selama seminggu belakangan, aku memang berdoa dan benar-benar meminta sama Allah untuk masuk UGM. tapi itupun ga berani berharap banyak. Kalaupun keterima, paling-paling cuma di Sastra Inggris.
to be continue...