Rabu, 22 Juni 2011

Facts about me

1. cablak tapi cengeng.
Iya, gue emang suka banget ceplas ceplos. Menanggapi suatu hal, kadang sebelum otak gue berpikir, semuanya udah meluncur bebas dari mulut. Tapi ya itu, gue cengeng banget. Sedikit-sedikit nangis. Selain itu juga suka mikirin apa yang terjadi, susah banget buat cuek. Dan setiap mikirin sesuatu, biasanya terus nangis. Apalagi kalo suasananya di dalem kamar sendirian dengan lampu tidur dan lagu galau. Mendukung banget deh buat nangis!

2. I'm in love with.... Seafood
Especially cumi-cumi. Gilaaaaa, gak kebayang deh gimana rasanya kalo gue jadi penderita alergi seafood.

3. Seneng Nulis
Dari kecil adaaaaaa aja yang ditulis. Entah udah berapa buku diary yang udah gue coret-coret.

4. Passion on.... Public Relations
Setelah setahun di komunikasi ugm, akhirnya gue punya tujuan 'hidup' juga. Setelah galau komunikasi media & jurnalistik atau komunikasi strategis, akhirnya gue memilih konsentrasi komunikasi strategis dengan konsentrasi public relations & advertising. Tapi berhubung nggak begitu suka sama iklan, yasudahlah PR aja :D

5. Takut Ketinggian
Amit-amit banget kalo disuruh naik tornado, histeria, atau bungee jumping. Liat ke bawah dari lantai 5 aja takutnya setengah mati. Hiiiiiyyyy..

6. Life is an adventure
Let's go on vacation! I love it! :D

Senin, 13 Juni 2011

Perubahan Itu PERLU

Perubahan itu hak setiap orang. Dalam sebuah tag line iklan, ada yang menyatakan: "Perubahan itu perlu". Orang yang hari ini, jam ini, dan detik ini tertawa denganmu bisa saja meninggalkanmu dalam hitungan menit. Mereka yang selalu menangis bersamamu bisa saja tiba-tiba pergi dari hidupmu. Dan mereka yang tidak pernah ada dalah jajaran orang pentingmu, bisa saja tiba-tiba menyelusup masuk tanpa izin dan membuat hidupmu lebih berwarna.

Adalah sikap manusiawi untuk berubah. Aku, kamu, mereka semua. Silakan berubah. Kenapa tidak? Banyak pencuri yang menjadi ustadz, banyak artis yang menjadi anggota dewan, dan banyak wanita baik-baik yang menjadi pelacur? Perubahan tidak harus ke arah yang lebih baik, bukan? Jika tawa saja bisa sebegitu mudah menjadi tangis, jika tangis bisa secepat kilat menjadi tawa, mengapa masih ada diantara kita yang berkata, "Aku nggak suka sama kamu, KAMU BERUBAH!"

Sabtu, 11 Juni 2011

Portal Bikin Galau

Dua hari kemarin ribuan mahasiswa UGM, khusunya Fisipol dibuat ketar-ketir sama website www.akademika.ugm.ac.id, web yang biasanya dikunjungi mahasiswa sekitar 6 bulan sekali. Website yang biasa disebut portal akademik ini hanya bisa dikunjungi civitas akademik UGM, karena masuknya harus pake username & password. Di dalamnya ada akses kartu rencana study, daftar mata kuliah yang ditawarkan, sampai kartu hasil study setiap semester. Di awal, adanya sistem portal akademik ini memang dinilai "keren" karena tidak semua universitas memilikinya.

World Class Research University. Yes, itulah sebutan untuk kampus kerakyatan yang katanya menjadi universitas nomer satu se-Indonesia. Gue pribadi nggak memungkiri berbagai fasilitas kelas atas yang didapat di UGM. Dari mulai fasilitas kampus yang memadai, gedung baru yang difasilitasi lift & sistem parkir basement, adanya prosedur KIK sehingga kampus menjadi lebih privat, hingga jaminan kesehatan para civitas akademiknya di GMC (Gadjah Mada Center). Berbagai fasilitas itu seperti menjadi pendukung utama disebutnya UGM di deretan universitas papan atas Indonesia.

Belum lama ini sahabat gue dari Jakarta dateng. Setelah ngejemput dia di Malioboro, kita rencananya ke kosan gue, lewat kampus. Begitu masuk lewat bunderan UGM, dia tercengang ngeliat UGM yang menurutnya mewah. Padahal dia juga kuliah di kampus elite di Jakarta. Menurut gue emang wajar, siapapun yang masuk ke UGM pasti menilai kampus ini mewah, selain dibangun di tanah luas, fasilitasnya juga oke punya.

Belum habis pro dan kontra masalah KIK (Kartu Identitas Kendaraan) yang menjadi polemik berbagai kalangan, UGM lagi-lagi dinilai mengecewakan mahasiswa. Masalahnya ya portal akademik yang error di masa pra-KRS. Tanggal 9 Juni kemarin, yang merupakan hari pertama pra-KRS para mahasiswa udah ready di depan layar PC mulai jam 12 malam. Tujuannya adalah biar bisa dapat dosen yang menurutnya nyaman, serta bisa memilih kelas yang mereka mau. Tapi ternyata portal berulah. Nggak bisa di log-in dan cuma bertuliskan "502 gateway".

Mahasiswa mulai marah, tapi tetap setia menunggu sampai pagi. Beberapa teman saya rela ke warnet yang katanya aksesnya cepet demi KRS-an. Bahkan ada salah satu teman yang sampai menghabiskan Rp 40.000! Harga yang fantastis untuk anak kosan. Tapi tetap, hasilnya nihil. Sampai pagi portal masih ngadat. Siangnya, beberapa orang bisa KRS-an. Tambah ributlah para mahasiswa. Mereka semakin takut nggak dapet kelas dan dosen yang diinginkan. Sampai besoknya, tanggal 10 Juni, KRS belum juga bener.

Semakin emosilah ketika jam 7 malam, diumumkan bahwa pra-KRS ditutup karena sistem servernya error. Alasan yang nggak logis untuk universitas sekelas UGM. Kalau alasannya karena terlalu banyak yang login, bukannya setiap semester juga begitu? Lantas mengapa tidak ada yang mencetuskan untuk membagi server per fakultas, biar login nya nggak terlalu banyak. Toh kalaupun memang belum siap KRS-an, tinggal diumumin aja kalo KRS an diundur.

Disadari atau tidak, keterlambatan kampus dalam menangani masalah sepele ini berakibat buruk bagi banyak pihak. Banyak mahasiswa yang dalam 2 hari nggak tidur nungguin server bener, banyak yang nggak punya internet dan rela ke warnet berjam-jam, banyak yang melupakan tugas dan terpaku kepada KRSan, dan masih banyak kesengsaraan yang lainnya. Mungkin UGM menilai ini hanya kerusakan kecil, tapi tidak bagi mahasiswa yang ketar ketir menunggu KRS yang merupakan penentuan nasib selama 6 bulan ke depannya.

Kerusakan sistem portal akademik juga terjadi semester lalu, di kartu hasil study. IP tidak berubah meski nilai mulai bermunculan. Semoga ke depannya, apapun alasannya, UGM beritikad baik menyelesaikan masalah mendasar ini. Karena kerusakan portal adalah kesengsaraan ribuan mahasiswa, disadari atau tidak.

Jumat, 03 Juni 2011

Dear Diary

Dear diary... Hari ini aku blablablablaaaaaaaa..

Yes, itulah permulaan kata setiap nulis di buku diary/buku harian. Waktu zaman gue SD/SMP, internet belum merajalela. Belum ada facebok, twitter, apalagi blogspot. Padahal dari dulu gue hobi banget nulis. Apapun gue tulis. Dulu waktu masih kelas 1 SD dan baru bisa nulis, bagian belakang buku tulis gue penuh dengan tulisan ceker ayam yang ga penting. Dari mulai nama-nama sepupu gue, sampe barang-barang yang gue pengen banget.

Waktu kelas 3 SD, gue dapet buku diary pertama dari nyokap. Gambarnya mickey mouse warna pink. Setiap hari selalu gue isi apa aja. Dari mulai kegiatan dari pagi sampe sore, makan apa aja hari ini, keadaan di sekolah, dll. Karena sering diisi, buku itu lama-lama abis. Jadilah gue punya ritual baru yakni beli buku diary secara berkala. Dulu itu bokap sama nyokap gue seneng banget ngajak gue ke Gramedia, terutama Gramedia Matraman yang dulu jadi sentral Gramedia di Jakarta.

Nah, setiap ke Gramedia itulah yang pertama gue incer adalah buku diary. Dari mulai yang kertasnya warna warni, ada gemboknya, sampe buku diary yang tebelnya hampir sama kayak Al-Quran. Diary yang paling berkesan itu diary SMP yang gue beli di Tangkuban Perahu. Kertasnya tebel dan warna coklat. Di depannya ada nama gue yang sengaja di pesen pas beli. Walaupun nggak tebel, tapi bentuknya unik. Yang lebih unik, diary itu adalah diary khusus yang menceritakan gue sama pacar pertama. Hahahahahaha!

Begitu masuk SMA, gue masih tetep nulis diary walaupun gak sesering dulu. Diary SMA ada gemboknya, kertasnya lucu bermotif gambar, dan itu dikasih sama sahabat gue, INA IDOLA. Jadilah diary gue dan dia sama. Bedanya, punya si Ina malah dia jadiin buku catetan yang tiap hari dia bawa ke sekolah. Sedangkan punya gue, ya gue simpan rapat-rapat dong di rumah.

Buku diary SMA itu isinya serba ada. Dari mulai terpesona sama cowok ini, terus pacaran sama yang ini, putus, pacaran lagi, begitu juga seterusnya. Ada juga umpatan-umpatan kesel kalo lagi dimarahin ortu. Hahahaha. Satu lembar diary itu ada bekas basahan air mata dan tinta yang luntur karena gue tulis waktu kakek meninggal sambil menangis tersedu-sedu :(

Zaman udah semakin berganti dan semakin canggih. Mungkin udah ga ada lagi orang yang punya diary. Gue pun begitu, walaupun sampe sekarang kalo ke toko buku suka ketawa sendiri liat diary-diary yang lucu. Sekarang gue lebih memilih menyimpan semuanya rapat-rapat di dalam hati. Kalo nggak terlalu pribadi ya di share di blogspot. Good bye diary!