Dua hari kemarin ribuan mahasiswa UGM, khusunya Fisipol dibuat ketar-ketir sama website www.akademika.ugm.ac.id, web yang biasanya dikunjungi mahasiswa sekitar 6 bulan sekali. Website yang biasa disebut portal akademik ini hanya bisa dikunjungi civitas akademik UGM, karena masuknya harus pake username & password. Di dalamnya ada akses kartu rencana study, daftar mata kuliah yang ditawarkan, sampai kartu hasil study setiap semester. Di awal, adanya sistem portal akademik ini memang dinilai "keren" karena tidak semua universitas memilikinya.
World Class Research University. Yes, itulah sebutan untuk kampus kerakyatan yang katanya menjadi universitas nomer satu se-Indonesia. Gue pribadi nggak memungkiri berbagai fasilitas kelas atas yang didapat di UGM. Dari mulai fasilitas kampus yang memadai, gedung baru yang difasilitasi lift & sistem parkir basement, adanya prosedur KIK sehingga kampus menjadi lebih privat, hingga jaminan kesehatan para civitas akademiknya di GMC (Gadjah Mada Center). Berbagai fasilitas itu seperti menjadi pendukung utama disebutnya UGM di deretan universitas papan atas Indonesia.
Belum lama ini sahabat gue dari Jakarta dateng. Setelah ngejemput dia di Malioboro, kita rencananya ke kosan gue, lewat kampus. Begitu masuk lewat bunderan UGM, dia tercengang ngeliat UGM yang menurutnya mewah. Padahal dia juga kuliah di kampus elite di Jakarta. Menurut gue emang wajar, siapapun yang masuk ke UGM pasti menilai kampus ini mewah, selain dibangun di tanah luas, fasilitasnya juga oke punya.
Belum habis pro dan kontra masalah KIK (Kartu Identitas Kendaraan) yang menjadi polemik berbagai kalangan, UGM lagi-lagi dinilai mengecewakan mahasiswa. Masalahnya ya portal akademik yang error di masa pra-KRS. Tanggal 9 Juni kemarin, yang merupakan hari pertama pra-KRS para mahasiswa udah ready di depan layar PC mulai jam 12 malam. Tujuannya adalah biar bisa dapat dosen yang menurutnya nyaman, serta bisa memilih kelas yang mereka mau. Tapi ternyata portal berulah. Nggak bisa di log-in dan cuma bertuliskan "502 gateway".
Mahasiswa mulai marah, tapi tetap setia menunggu sampai pagi. Beberapa teman saya rela ke warnet yang katanya aksesnya cepet demi KRS-an. Bahkan ada salah satu teman yang sampai menghabiskan Rp 40.000! Harga yang fantastis untuk anak kosan. Tapi tetap, hasilnya nihil. Sampai pagi portal masih ngadat. Siangnya, beberapa orang bisa KRS-an. Tambah ributlah para mahasiswa. Mereka semakin takut nggak dapet kelas dan dosen yang diinginkan. Sampai besoknya, tanggal 10 Juni, KRS belum juga bener.
Semakin emosilah ketika jam 7 malam, diumumkan bahwa pra-KRS ditutup karena sistem servernya error. Alasan yang nggak logis untuk universitas sekelas UGM. Kalau alasannya karena terlalu banyak yang login, bukannya setiap semester juga begitu? Lantas mengapa tidak ada yang mencetuskan untuk membagi server per fakultas, biar login nya nggak terlalu banyak. Toh kalaupun memang belum siap KRS-an, tinggal diumumin aja kalo KRS an diundur.
Disadari atau tidak, keterlambatan kampus dalam menangani masalah sepele ini berakibat buruk bagi banyak pihak. Banyak mahasiswa yang dalam 2 hari nggak tidur nungguin server bener, banyak yang nggak punya internet dan rela ke warnet berjam-jam, banyak yang melupakan tugas dan terpaku kepada KRSan, dan masih banyak kesengsaraan yang lainnya. Mungkin UGM menilai ini hanya kerusakan kecil, tapi tidak bagi mahasiswa yang ketar ketir menunggu KRS yang merupakan penentuan nasib selama 6 bulan ke depannya.
Kerusakan sistem portal akademik juga terjadi semester lalu, di kartu hasil study. IP tidak berubah meski nilai mulai bermunculan. Semoga ke depannya, apapun alasannya, UGM beritikad baik menyelesaikan masalah mendasar ini. Karena kerusakan portal adalah kesengsaraan ribuan mahasiswa, disadari atau tidak.