Sabtu, 19 Oktober 2013

We, Us, Our.


Tiga tahun susah senang kehidupan perkuliahan telah kita lewati bersama. Masing-masing dari kita menjadi saksi kenakalan satu sama lain. Jika salah satu dari kita meraih prestasi, tak jarang kita lewati bersama. Kita pernah mengecap indahnya bolos kuliah demi bermain bersama. Kita pernah sama-sama berteriak bahagia, atau menangis sedih saat menghadapi masalah. Kita terus mengeksplorasi diri dan selalu menjadi diri sendiri, seakan tak mempedulikan pendapat orang diluar sana.

Pertemuan kita tak pernah tak diisi dengan tawa. Menertawakan satu sama lain, meledek, menghina, dan semuanya selalu kita sudahi dengan tawa. Layaknya persahabatan yang dirasakan orang lain, kita juga tak jarang berlibur, karaoke, nonton, dan hang out bersama. Semuanya selalu dimulai dan diakhiri dengan tawa, membuat saya merasa masing-masing dari kita berjiwa humoris.

Hingga tibalah pada persiapan Kuliah Kerja Nyata. Karena tak ingin ber-KKN di lokasi berbeda, berbulan-bulan kita mempersiapkan dan mengusulkan tema, agar bisa KKN bersama. Jalan tak semudah yang kita pikirkan. Tawa yang dulu selalu hadir mulai tergantikan perang urat syaraf. Canda yang dulu tak pernah lepas, perlahan mulai digantikan dengan ketegangan. Saat itu secara akademis memang kita sedang mempersiapkan KKN, tapi bagi saya, kita sedang berada dalam ujian persahabatan paling tinggi.

Perbedaan pendapat mulai kita rasakan. Sulitnya proses menjadi tim pengusul juga kita nikmati bersama. Mengurus proposal, rapat rutin, menyusun program, hingga pencarian dana kita lakukan berbulan-bulan. Bertujuh. Maka wajar, jika dalam pelaksanaan KKN kita terkesan garang pada siapapun yang menganggap remeh dan tidak mentaati peraturan. Karena dalam persiapannya saja, persahabatan kita taruhannya.

Saat hari terakhir KKN, saat pondokan kita ramai didatangi warga yang berbondong-bondong menyampaikan ucapan selamat jalan sambil menangis, saya sempatkan melihat wajah kalian. Wajah-wajah yang nampak lelah, yang memikul tanggung jawab besar. Kemudian yang saya bayangkan adalah saat-saat kita kesulitan mencari dana, membuat proposal, hingga bolak-balik ke lantai tiga rektorat.

Dan hari itu, we did it guys! Kita membuktikan kepada semua pihak, bahwa kita, sekumpulan mahasiswa (atau geng) yang dikenal hanya bisa bersenang-senang telah bisa melakukan hal yang lebih. Bukan hal yang mudah tentunya delapan bulan berkutat dengan persiapan, memimpin 22 anggota lainnya, dan melaksanakan dua bulan KKN hingga dilepas penuh haru oleh warga desa. Hari itu, bagi saya, kita berhasil konsisten, tegas, dan tak pandang bulu dalam menerapkan peraturan. Kita bisa mendebat semua yang tidak menuruti kita demi kebaikan bersama. Serta yang paling penting, kita bisa menjawab rasa underestimate orang-orang terhadap kita.

Ya, terlepas dari itu semua, terlepas dari semua pahit manis perjalanan yang kita rasakan, saya bangga menjadi bagian dari kalian. Saya bangga bisa tertawa bersama kalian. Saya bangga menjadi bagian dari kita, yang selalu saling mendukung. Kita memang sudah di ujung perkuliahan, tapi sudah semestinya ini bukan ujung dari persahabatan. Kemarahan, keegoisan, dan kebodohan kita masing-masing biarlah menjadi suatu pelajaran, yang akan kita tertawakan di kemudian hari. Karena seperti kata Pattrick, "I'd rather be an idiot than lose you".

Teruntuk: Gilang, Nisa, Prisil, Evint, Dhani & Kevin. I love you, I love us!

Jumat, 11 Oktober 2013

Jika Aku Dewasa Nanti

Semua orang punya mimpi. Tidak ada orang yang yang tidak ingin hidup dalam kemudahan. Itu juga mimpiku dulu. Tapi jika keterbatasan menempaku menjadi wanita kuat, kenapa tidak?

Dua puluh tahun, bagiku usia ideal untuk membicarakan mimpi sambil berjuang mewujudkannya. Semua lantang berbicara masa depan. Bagiku, mimpi tak sebatas bekerja dimana dan berprofesi sebagai apa. Mimpi adalah keseluruhan hidup yang nantinya akan kita jalani.

Mimpiku menjadi bundaku. Wanita yang bangun saat kami semua masih terlelap. Sibuk menyiapkan baju sekolahku, baju kerja ayahku, dan sarapan untuk kami semua. Di rumahku ada pembantu, tapi kami jauh lebih menyukai hasil strikaan Bunda daripada Bi Ani.

Setiap hari bunda bekerja sebagai guru. Wajah manisnya selalu terlihat ceria. Baginya, berkumpul dengan anak-anak yang masih polos merupakan hal yang menyenangkan. Di malam hari, Bunda tetap menyiapkan makanan untuk kami, meski kadang terpaksa harus membeli diluar karena tidak sempat masak. Seringkali Bunda memasak, terutama saat weekend. Bahkan di beberapa lebaran terakhir Bunda memasak kue sendiri. Guess what? Tamu-tamu yang datang ke rumah kami selalu bilang, "Kuenya enak banget, beli dimana?"

Banyak orang bilang, kalau wanita tidak bisa memasak itu adalah wanita yang tidak diinginkan oleh suami. Bagiku sama sekali tidak. Masak tentu bukan takaran pasti. Suami jelas lebih membutuhkan wanita yang bisa mandiri, bisa membantunya menopang keuangan keluarga, bisa mendidik anak dengan luar biasa, bahkan berparas cantik. Uang bisa membayar orang untuk memasak, tapi apakah uang bisa membayar seseorang untuk mendidik anak dengan baik? Sekali lagi, bisa memasak bagiku bukan takaran yang membuat suami tetap tergila-gila dengan istri. Dan aku, tidak pernah sengaja berusaha masak hanya demi menjadi istri idaman. Kalaupun sesekali mencoba resep masakan, itu karena aku suka.

Perjalanan Bunda tidak mudah. Dalam keadaan apapun, dia selalu mendukung karier ayahku. Ya, bagiku ayah adalah laki-laki paling beruntung di dunia. Mendapatkan wanita cantik, berhati mulia, dan setia. Setiap kali ayahku bertugas keluar kota, aku perhatikan Bunda menjadi orang sibuk. Semua baju ayah ditata rapi. Kata Bunda, baju yang harus diletakkan di bagian terbawah adalah baju yang akan digunakan di hari terakhir, agar tidak berantakan ketika diambil. Jangan lupa, handuk diletakkan di bagian teratas. Dukungan kepada ayahku tak berhenti sampai disitu. Bunda sering hadir dalam berbagai acara Komnas Pendidikan diluar kota.

Hobi Bunda adalah shopping. Bukan untuk dirinya, tapi untuk anak dan suaminya. Aku perhatikan selera Bunda sangat tinggi dalam memilih pakaian. Kemeja untuk ayah, seragam untuk Dek Al, sampai flat shoes untukku. Dari aku kecil, Bunda selalu memperhatikan seragam sekolahku. Jika sudah sedikit kusam, langsung digantinya dengan yang baru.

Bunda anak perempuan satu-satunya dari enam bersaudara. Anehnya, tidak ada sama sekali sikap manja dalam dirinya. Pergi dan pulang kerja sendiri. Kemanapun berani sendiri. Bahkan penghasilannya sangat cukup untuk bersenang-senang di ibukota. Tapi itu sama sekali tidak pernah ia lakukan. Ia lebih memilih mengunjungiku di Jogja atau Dek Al di Tasik. Ia lebih memilih menyisihkan gajinya untuk orang yang benar-benar membutuhkan. Itu pula yang selalu ia terapkan padaku, "Dari uang yang kamu miliki, ada hak orang lain disitu."

Selama tiga tahun aku di Jogja, Bunda sering datang menyambangiku. Dibersihkan seluruh sudut kamar dan kamar mandiku. Aku pernah mencobanya sendiri. Hasilnya tak sebersih Bunda. Kehebatannya semakin membuatku tak yakin aku bisa mendidik anakku sekuat beliau. Ah, sungguh bagiku Bunda adalah ciptaan Allah paling sempurna.

Bunda selalu berpesan. "Jadilah wanita yang kuat, penyayang, lemah lembut, dan memiliki harga diri. Topang hidupmu sendiri. Jangan pernah mengandalkan hidup pada orang lain. Yang dapat ayah dan bunda wariskan padamu hanya ilmu dan pendidikan tinggi, agar kelak kamu bisa berguna untuk keluargamu dan orang-orang yang membutuhkanmu. Tetaplah bersikap sederhana, bersahaja, dan lakukan apa yang menurutmu baik."

Selasa, 10 September 2013

Panawangan, You'll Always Be Our Second Home


Hari ini saya menyadari, Tuhan menciptakan pertemuan indah dan kebersamaan yang menyenangkan hanya untuk perpisahan yang menguras air mata.

Tentu masih lekat di ingatan kita, betapa menyebalkan dan menyenangkannya tebakan kura-kura super cepat, mie baso, dan mbakmi jowo.
Hampir semua dari kita tentu tidak akan melupakan sapaan hangat di sekolah setiap pagi.
Semua dari kita saling melempar jatah rapat di balai desa, memilih berprogram dengan anak kecil yang sangat menyenangkan.
Matahari Panawangan, menjadi saksi bagaimana kita melebur bersama masyarakat,tidak hanya makan dan tidur seperti yang dituduhkan mereka kepada kita.
Masih lekat dalam ingatan kita suara lugu anak-anak yang tanpa lelah datang ke pondokan setiap hari.
Derap langkah ibu-ibu yang dengan tulus mengantarkan makanan pada kita.

Dalam rapat, sebagian dari kita diam.
Memilih mengambil suara terbanyak
Sebagian dari kita, berteriak lantang. 
Di berbagai rapat unit, otot-otot menegang.
Tak sedikit menahan amarah karena keputusan yang diambil dinilai kontroversial.
Beberapa detik setelah itu, kita tetap bisa tertawa bersama.
Hingga akhirnya kita semua paham dan belajar, bahwa tak semua yang kita inginkan bisa tercapai.

Dua bulan terakhir, pagi kita tidak diisi dengan kuliah.
Pagi kita adalah pagi yang cerah. Disapa anak-anak lugu dan polos.
Disambut hangat bapak ibu guru. 
Di pagi dua bulan terakhir, kita menguras otak, melawan dingin, bergumul dengan kabut.
Semua dari kita, setiap pagi, memikirkan bagaimana menyampaikan materi yang telah disiapkan.

Di bulan Ramadhan....
Sahur kita lakukan bersama. 
Dengan wajah lelah dan mata mengantuk.
Berusaha menerima makanan apapun yang kita dapat. Suka atau tidak. Enak atau tidak.
Begitupun dengan berbuka.
Kita duduk melingkar, diselingi canda tawa hangat.

Saat lebaran...
Saat semua insan menyatu dengan keluarga.
Saat jalan raya di lokasi KKN kita dipenuhi plat luar Ciamis.
Saat televisi sibuk meliput arus mudik
Kita berkumpul di suatu rumah setelah melepas tangis.
Menikmati ketupat bersama gulai dan opor.
Tak terlalu tampak berbeda dari biasanya.
Tetap ada tawa hangat disitu.
Karena menurut kita, kita adalah keluarga kedua.

Tentu semua dari kita masih ingat tentang drama yang kita perankan di acara 17 Agustus.
Drama yang kita latih selama seminggu.
Drama sedih, yang justru mengundang tawa dari warga.
Suatu bentuk edukasi kita kepada warga dalam memaknai kemerdekaan.

Terakhir...
Saat detik-detik kepulangan kita.
Kita tentu tidak akan pernah lupa bagaimana isak tangis mengiringi kita
Bagaimana anak-anak memeluk kita dengan erat
Di beberapa hari terakhir, entah berapa orang yang mengatakan, "aa, teteh, jangan pulang ya"
Entah berapa sms yang kita terima, suatu permohonan untuk tetap tinggal.
Minggu itu, di sekolah penuh derai air mata.
Hingga detik kepulangan kita.
Saat bus sudah menanti
Saat pondokan kita dipenuhi warga Panawangan
Ketika kita perlahan memasuki bus, dan isak tangis itu semakin kencang
Doa mereka mengalir, mendoakan kita selamat sampai tujuan
Pelukan ibu-ibu dan bapak-bapak sangat hangat
Hari itu, warga Panawangan menyatakan rasa kehilangannya.

Terlepas dari apa yang kita abdikan selama dua bulan
Memberikan apa yang bisa kita berikan
Melakukan semua yang terbaik
Menjalani sebuah proses hidup menjadi manusia yang lebih bersahaja
Dan proses menemukan keluarga baru
Kita telah menjadi manusia baru dengan kebersahajaan

Terima kasih Panawangan, telah mengajarkan kami bagaimana menantang hidup, meresapi hidup, merasakan dicintai, dihargai, dan dihormati. You'll always be our second home.

Minggu, 11 Agustus 2013

Selamat Jalan.

Selasa, 6 Agustus 2013.
Semua terjadi seperti biasa. Aku masih berada di lokasi KKN. Pagi ini, programnya adalah pemasangan reflektor di sepanjang jalan lokasi KKN kami, karena memang merupakan jalur yang dilintasi para pemudik. Pagi hari, bersama para anggota lelaki, kami mengais bambu sebagai cagrakan untuk reflektor. Pengalaman unik menurutku, bergumul dengan nyamuk kebun, memotong bambu, dan sukses gatal-gatal seharian. Siang hari, semua telah selesai. Beres mandi dan bersih-bersih, aku tertidur pulas. Jam 4 sore, aku terbangun. Seperti biasa, aku cek handphoneku. Ada 1 mention dari twitter. Ternyata Bayu, sepupuku di Jakarta. Mention itu cukup membuatku tercengang kaget. Selang 2 detik, kuambil blackberryku. Kuhubungi bunda. Menunggu lama, akhirnya diangkat. Dengan suara parau dan menahan nangis, bunda mengatakan jika mbah uti telah berpulang. Dalam hitungan detik, air mataku tumpah. Aku bahkan tidak pernah membayangkan rasanya ditinggal orang yang selama 20 tahun serumah denganku, menemani hidupku, dan selalu setia mendengarkan semua keluh kesahku. Langsung kusambar tasku, detik itu juga aku memutuskan cuti  KKN. 

Singkat kata, aku tiba di Jakarta pukul 01.00 dini hari. Dari tempatku turun bus, ayah kemudian melajukan mobil pada kecepatan cukup tinggi. Aku masih kalut. Jakarta kemudian diguyur hujan sangat deras. Satu jam kemudian, kami tiba di rumah. Di teras, berjejer bangku bekas pelayat. Bendera kuning terpampang di tiang listrik. Bayanganku melayang pada kejadian 3 tahun lalu, ketika mbah kakung harus meninggalkan kami semua. Tanpa pikir panjang, aku keluar dari mobil. Kuterobos genangan air di depan rumah. Memasuki ruang tamu, jenazah mbah uti terbujur kaku berbalut kain. Seketika, kakiku lemas tak berdaya. Aku berlari ke kamar mbah uti, berharap ini hanya mimpi dan mbah uti masih ada di kamar, setia menunggu kepulanganku seperti biasa. Tapi yang kutemukan di kamar hanyalah Bunda yang sedang terisak dengan mata sangat merah. Aku mulai menyadari, mbah uti sudah benar-benar tidak ada.

Setelah berwudhu, kuberanikan diri ke ruang tamu. Mendekat dan menerima kenyataan bahwa Allah telah mengambil bagian terpenting dalam hidupku. Kubuka perlahan penutup wajahnya. Ya, wajah tua yang nampak lelah itu mulai memucat. Wajah yang menjadi saksi kenakalanku pulang tengah malam saat sedang di Jakarta. Wajah yang selalu setia menantiku di ruang tamu itu, tempatnya tergeletak malam ini. Wajah yang setia mendengarkan semua keluhanku tentang dunia perkuliahan yang sulit, kisah cinta yang rumit, serta tempatku mengadu jika dimarahi ayah bunda. Wajah itu, kini kaku bersama seluruh badannya. Mbah Uti, andai Allah memberi kita waktu 5 detik untukku memelukmu erat. Aku menahan tangisku sebisa mungkin, mengingat pesan mbah uti saat 3 tahun yang lalu mbah kakung berpulang, bahwa kita harus ikhlas menerima kenyataan. Saat itu, aku berdiri sendiri di depan jasadmu, berusaha menguatkan diriku sendiri. 

Ingatanku kemudian melayang pada tanggal 2 Juli, saat aku tiba di lokasi KKN. Saat itu Mbah Uti hadir dan terlihat sehat. Obrolan kami singkat, karena aku disibukkan dengan bongkar barang dan persiapan awal. Ketika hendak kembali ke Jakarta, aku masih merasakan pelukan hangat. Sungguh tidak ada firasat itu adalah pelukan terakhir. Seketika aku menyesali suatu keadaan dimana aku harus mengabdikan diri ke masyarakat dan kehilangan kesempatan mengabdikan diri kepada wanita yang telah 20 tahun merawatku, mendidikku, membimbingku dan memberikanku kasih sayang. Bagaimana mungkin aku menjadi satu-satunya cucu diantara 16 cucu lainnya yang sama sekali tidak hadir menjenguk saat mbah uti di opname. Aku membayangkan betapa durhakanya aku. Mbah Uti selalu hadir di setiap masa sulitku, dan bahkan hingga beliau menemui ajalnya, aku tidak pernah sekalipun datang ke rumah sakit. 

Seketika aku membenci kewajiban KKN. Aku menyesali mengapa harus mengambil periode sekarang. Aku menyesali tidak adanya ucapan selamat tinggal antara aku dan mbah uti. But if it's meant to be, no one can mess it up. Mbah Uti telah menutup ramadhan ini dengan tutup usia. Selamat jalan my the most inspiring woman all over the world. Jasadmu mungkin telah menyatu dengan tanah, namun semua ajaranmu tentang hidup, semua kesabaranmu, semua keindahan tutur & perilakumu, tidak akan pernah kami lupakan. Terima kasih mbah, telah menjadi wanita terhebat di dunia. 

Mbah uti...
Sesekali datang ke mimpi Devita ya mbah. Dunia banyak berubah. Banyak yang mau eneng ceritain mbah. Mbah, kalau di alam sana mbah uti ketemu mbah kakung, sampaikan salam dari kami ya mbah. Selesai KKN, Devita akan pulang ke Jakarta, tidur di kamar mbah, dan bercerita seperti biasa. Oiya mbah, tanaman mbah uti yang di depan rumah sekarang pasti udah tumbuh besar. 2014 Devita wisuda. Kalau mbah uti nggak bisa datang, liat dari atas sana ya mbah. Oiya mbah, waktu Devita pulang dari Bangkok belum sempet cerita-cerita kan sama mbah uti. Nanti Devita bikinin satu cerita, mbah uti baca dari sana ya. I love you, mbah uti. I do love you as much as I can...


Senin, 08 Juli 2013

New Family

Kuliah Kerja Nyata atau yang biasa disebut KKN dapat menarik persepsi banyak orang. Ada yang memandang sebagai kewajiban karena memang di kampus saya memang KKN merupakan syarat wajib sebelum lulus, ada lagi yang memandang sebagai ajang pengabdian, bahkan tak jarang ada yang memandang sebagai ajang pencarian cinta baru. Terlepas dari berbagai pandangan tersebut, bagi saya KKN merupakan ajang menemukan keluarga baru. Bagaimana tidak, kami tinggal satu rumah, menyamakan visi misi, menjalankan berbagai program bersama, makan bersama, tidur bersama, dan melakukan berbagai hal bersama.

Bagi saya pribadi ini masih menjadi hal yang baru. Beradaptasi dengan puluhan orang baru mungkin bukanlah hal yang mudah. Namun ketika kami tinggal satu rumah, berbagai kejadian lucu hingga menyebalkan selalu kami alami. Kami yang beberapa bulan lalu tidak saling mengenal, kini bahkan hafal suara langkah masing-masing. Siapa yang mandinya paling lama, yang makannya paling sedikit, sampai yang tidurnya paling susah dibangunkan.

Satu minggu pertama menjalani KKN bagi saya merupakan hal yang tidak akan pernah terlupakan. Datang ke pengajian, ikut rapat PKK, hingga bermain voli bersama warga menjadi sebuah pengalaman yang sungguh tak terlupakan meskipun sering bikin ngantuk. Terlepas dari kewajiban mengabdi pada warga, atau apapun pengertian dari KKN itu, saya sudah menemukan keluarga baru yang solid, yang mungkin tak bisa digantikan oleh apapun. Tim solid bagi saya adalah hal mahal yang tidak akan pernah bisa dibayar dengan apapun.

Tujuh minggu masih menunggu untuk dijalankan dengan berbagai program. Dari Desa Panawangan, Ciamis, Jawa Barat, selamat KKN untuk semua mahasiswa UGM dari ujung barat hingga timur Indonesia. Semoga bisa berguna bagi masyarakat. Selamat mengabdi!

Kamis, 20 Juni 2013

Rumah Penuh Makna


Bagi saya, waktu bergulir sangat cepat sekali. Entah karena saya terlalu menikmati setiap jengkal kebahagiaan di hidup ini, atau karena memang waktu yang memiliki kecepatan lebih. Rasanya masih kemarin kami sama-sama kecil. Rasanya masih kemarin perayaan wisuda digelar bergiliran. Rasanya masih kemarin kita rutin melepas peluk di hari raya. Rasanya masih kemarin kita menikmati cuaca dingin pedesaan, bersama-sama, dan penuh dengan uraian tawa.

Kemudian waktu terbang mengudara, membawa kami semua ke dimensi berbeda. Tawa itu masih tetap ada, meski hanya menyisakan sisa. Sungguh, suatu achievement yang sangat berarti bisa menjadi bagian dari kalian. Kita semua berlomba, menghiasi dinding rumah sederhana itu dengan foto bertoga. Kita semua berlomba, menceritakan pencapaian yang kita dapat di tanah rantau.

Di setiap hari raya, kita berkumpul di rumah sederhana di pedesaan yang masih terpencil. Kami menyebutnya rumah aki, rumah kakek moyang kami. Aktivitas kami selalu sama dari tahun ke tahun. Berbincang hangat di ruang tamu. Berebut tidur dengan kasur yang sengaja kami gelar di ruang televisi. Di siang hari, anak tangga dari tanah itu kami susuri, menuju kolam milik aki dan kemudian memancing bersama. Aku bagian mengorek tanah, mencari cacing-cacing hidup untuk dijadikan umpan. Kemudian salah satu dari kita, karena tidak sabar, memilih mengambil roti untuk umpannya.

Di hari kedua lebaran, rumah aki selalu penuh dengan sanak keluarga lain yang datang. Maka kami akan otomatis masuk ke dalam kamar, berdesakan, bercerita penuh canda, dan biasanya akan dengan sendirinya dibubarkan oleh suara buang gas. Di sisa hari, kami mambabat habis tempat-tempat wisata terdekat. Dulu, jok mobil belakang masih muat ditempati 4 orang. Mungkin kini sudah tidak bisa.


Jika waktu berlibur habis, kami bersiap kembali ke kota masing-masing. Maka saat itu, aki dan emih akan duduk di bangku depan rumah dengan tatapan parau. Ketika mesin mobil sudah mulai menyala, matanya hampir berair. Di sela kami memasukkan barang ke mobil, dengan sendu aki dan emih akan berkata, "Mau kemana? Disini aja". Meski mereka tau itu tidak mungkin.

Maka ketika mobil perlahan bergerak menyusuri jalanan pedesaan, tatapan mereka semakin kosong. Mungkin merindukan tawa kami yang senantiasa meramaikan rumah di malam hari. Kini, semua masih sama. Rumah itu, penghuninya, dan rasa rindu yang dirasakan setelah lama tak bersua. Kini, rumah semakin diramaikan dengan tangis lucu generasi keempat keluarga kami. Anak salah satu dari kami. Ya, kami yang dulu masih sama-sama kecil dan bermain layang-layang bersama kini harus melepas masa lajang satu per satu setelah menuntaskan kewajiban dan tanggung jawab pada orang tua.

Pada akhirnya, rumah kecil mungil itu tetap menjadi sesuatu yang tak bisa lepas dari ingatan kami. Meski mungkin sudah tidak serutin itu kami sambangi. Meski mungkin ada kehangatan baru yang berbeda di dalamnya. Meski masing-masing dari kami mulai membangun kehidupan baru. Meski masing-masing dari kami mulai sibuk mengejar karier dan sisa-sisa mimpi yang ada. Namun percayalah, telepon di rumah itu selalu ingin berdering, karena penghuninya selalu ingin tau kabar dari kami.

Untuk aki dan emih, terima kasih sudah menjadi dua malaikat bagi kami. Terima kasih telah melahirkan anak-anak hebat yang mampu mendidik kami dengan baik. Terima kasih telah menorehkan sejarah dalam hidup kami. Terima kasih telah selalu setia di rumah mungil itu, menanti kedatangan kami satu per satu. Suatu saat, kami memang akan pergi, melalang buana mencari arti hidup. Tapi percayalah, suatu saat pula kami akan kembali ke rumah penuh makna itu, memandangi dinding dan kaca yang memuat foto kami, dan melayangkan ingatan pada masa lampau. Karena sesungguhnya, di rumah penuh makna itu kami bisa menjadi apa yang kami inginkan. Aki, emih, eneng rindu. Salam sungkem dari eneng di Jogja. I love you both!



Jumat, 07 Juni 2013

MATIIN HP-NYA PLIIISSSS!

Indonesia lagi digegerkan sama kasus penumpang Sriwijaya Air yang melakukan pemukulan terhadap pramugari. Kasusnya klasik, pramugari mengingatkan untuk mematikan telepon genggam karena pesawat sudah siap untuk lepas landas.

Sesuai peraturan yang saya tau, mematikan telepon genggam diwajibkan ketika penumpang mulai boarding. Kenyataannya? Dalam setiap penerbangan, saya selalu menemukan penumpang yang bahkan di dalam pesawat masih asyik memainkan telepon genggamnya. Ketika pramugari sibuk merapikan barang di kabin, masih ada penumpang yang asyik bertelepon ria.

Peraturan dunia penerbangan untuk mematikan semua alat elektronik yang memiliki signal ketika di dalam pesawat tentu bukan tanpa alasan. Sinyal akan mengganggu sistem navigasi pesawat, yang bahkan bisa mencelakakan pesawat. Pesawat jelas berbeda sistem mengendarainya dengan kendaraan lain seperti mobil. Jika mobil mengandalkan pengelihatan supir, pesawat sudah pasti mengandalkan sistem navigasi. Anehnya, demi keselamatan diri sendiri aja, penumpang masih banyak yang bertindak bodoh.

Semua penerbangan, dari apapun maskapainya, selalu tak pernah berhenti diingatkan untuk mematikan telepon genggam. Saya sendiri sering makan ati karena kelakuan para penumpang yang menurut saya tolol. Kejadian pertama adalah penerbangan Jakarta-Jogja. Saya langganan pesawat first flight, jadi harus berangkat dari rumah jam 3 pagi. Jam setengah 6, kami sudah boarding. Begitu pesawat mau take-off, penumpang di seberang saya asyik telfonan. Bapak di sebelah saya kemudian menegur. Eh, bukannya malu dia malah jawab "Kalau saya di Jogja ga ada yang jemput, bapak mau tanggung jawab?" Kontan bapak di sebelah saya langsung jawab, "Eh, kalo gara-gara sinyalmu itu sepesawat mati, kamu mau tanggung jawab?" Keliatan malu, dia diam.

Pengalaman gak enak juga pernah saya rasakan saat penerbangan dari Lombok ke Jakarta, dan dari Semarang ke Jakarta. Saya dibikin keki sama penumpang yang masih asyiiiikkkk aja bbm an padahal pesawat tinggal lepas landas. Ampun deh, itu otak lagi nggak berfungsi apa gimana! Setelah menyimpan gondok berjam-jam di pesawat, begitu pesawat siap mendarat saya balik gondok lagi. Berkali-kali udah diingatkan kalo telepon genggam baru boleh dinyalakan di dalam bandara, ini pesawat baru mau landing udah banyak handphone yang bunyi. Sambil menunggu keluar pesawat, mereka asyik aja dong bbm-an gitu. Duh, segitu susahnya yaa ngga megang hp dalam beberapa jam doang? :s

Bagi saya, insiden pemukulan yang dilakukan pejabat kepada pramugari Sriwijaya Air seharusnya dijadikan pembelajaran bagi para penumpang pesawat yang hobinya bbm-an di udara. Pramugari, atau bahkan penumpang lain sangat berhak menegur penumpang yang memainkan telepon genggamnya di udara. Satu saja gangguan signal, yang akan terganggu satu pesawat. Mbok ya kalau mau mati jangan ajak-ajak orang se-pesawat toh!

Intinya, jadilah penumpang yang smart (bukan hanya pengguna smartphone) dan bijak dalam bertindak. Seriously, mematikan hp beberapa jam aja nggak bikin kamu mati kok. Yang bisa bikin kamu mati itu ya memainkan hp di pesawat. So, matiin hp-nya plissss!

Jumat, 31 Mei 2013

The busiest semester ever!

I hate being busy, but I hate being "don't-know-what-to-do" more and more!

Sibuk itu terkadang emang nyebelin. I felt it in my sixth semester. Setiap bangun pagi, di kepala udah tersusun dan terjadwal what I have to do for today. Berawal dari ngambil mata kuliah jurnalisme penyiaran, saya ngga tau bahwa mata kuliah itu mewajibkan mahasiswanya magang. Karena udah terlanjur masuk, jadilah saya berusaha mencari-cari tempat magang. Pilihan jatuh pada RRI (Radio Republik Indonesia).

Singkat kata, di pertengahan Maret saya mulai magang di RRI. Saat itu langsung ditempatkan sebagai reporter divisi olahraga. Hey, it's not my thing for being a reporter. Secara jurnalisme itu bukan konsentrasi saya di kuliah, dan matkul Jurnalisme Penyiaran itu hanyalah matkul pilihan buat saya. Di hari pertama, saya udah ditantang aja bikin straight news, dilanjut fox pop tentang Kongres Luar Biasa-nya PSSI. Hari kedua, ada liputan DBL, event basket terbesar di Jogja yang merupakan acara tahunan.

Di awal magang, saya dapet tawaran lagi sebagai penulis salah satu website dengan konten traveling & kuliner. Wohooooo, I was excited! Walaupun gaji yang ditawarkan cuma setengah dari uang bulanan saya, tapi karena traveling & kuliner adalah dua hal paling favorite buat saya, akhirnya saya mengambil job itu. Fix, sehari lima artikel untuk kuliner & traveling. Hari-hari saya selanjutnya pantas disebut sebagai "hectic day". Bangun setiap pagi, membuat to-do-list, kuliah, ngantor, liputan, nugas, dan menyelesaikan lima artikel tersebut.

What I feel in the beginning? Tired, indeed! Setiap hari saya selalu ngerasa kurang tidur. Sekalinya tidur jadi nggak nyenyak karena banyak pikiran. Ditambah lagi, saat itu tim KKN masih 7 orang, dan harus bekerja ekstra keras. Hampir setiap hari saya mengeluh, ngerasa capek, dan hampir memutuskan melepas pekerjaan menulis artikel. Saya juga ngerasa 24 jam dalam sehari sama sekali nggak cukup. Belum lagi rasa bersalah karena ngelarang orang tua saya ke Jogja, karena kalaupun mereka ke Jogja, nggak akan ada waktu buat nemenin jalan-jalan.

Di tanggal 11 April, angin surga berhembus. Setelah minta izin sama redaktur di kantor, saya dan teman-teman KKN berangkat ke Ciamis, untuk riset yang kedua. Dengan berbekal konsep yang matang, ajang riset tersebut juga saya gunakan sebagai "refreshing", menghirup udara pedesaan yang segar, kehidupan yang tidak menjenuhkan, dan pastinya bisa tidur dengan nyenyak. Empat hari riset, cukup menjadi ajang beristirahat buat saya.

Back to reality, di bulan April saya justru mulai enjoy dan terbiasa dengan semuanya. Saya sudah terbiasa meliput, memberikan laporan by phone, menulis lima artikel dalam beberapa jam saja, dan over all saya mulai menikmati semuanya. Saya mulai menikmati pergi pagi pulang malam, membuka laptop, dan menyelesaikan artikel saya. Walaupun capek, tapi mulai terbiasa dan akhirnya nggak ngerasa lagi ini sebagai beban yang berat.

Tapi semesta nampaknya masih belum membiarkan saya hidup di zona nyaman. Di pertengahn April, saya dipindah ke redaksi news. Saya kehabisan tenaga, energi, dan spirit. Meliput ujian nasional bahkan ikut di rapat paripurna anggota DPR jelas bukan saya banget. Untungnya itu semua cuma setengah bulan, dan dengan terseok-seok bisa terlewati juga. 

Saya kemudian semakin percaya Allah telah mengatur semuanya. Tahun lalu, saya mendapatkan tiket promo ke Bangkok, dan tanpa pikir panjang saya membelinya untuk penerbangan bulan Mei. Bulan April magang saya selesai, dan pertengahan Mei saya liburan. Yeeeaayy! Pulang liburan, saya mulai lagi disibukkan persiapan KKN, pengabdian pada masyarakat yang mungkin hanya sekali seumur hidup. Saya juga udah nggak jadi penulis lagi, karena KKN butuh perhatian yang lebih ekstra. Lagian kalau masalah kerjaan kan bisa dicari lagi setelah KKN. Beberapa menit sebelum artikel ini ditulis, akan memasuki bulan Juni, bulannya UAS dan bulan terakhir persiapan KKN. Bulan yang mungkin lebih sibuk dari bulan April dan Mei. I wish nothing but the best for JBR 02! 

Btw, sibuk itu emang nyebelin, apalagi ketika bener-bener nggak punya waktu me-time. Tapi percaya deh, bingung karena nggak ada yang harus dikerjakan jauuuuhhh lebih nyebelin. So, bersyukurlah bisa sibuk :)

Selasa, 30 April 2013

UTS Strategic Planning: Analisis Big Cola sebagai Market Challenger



Devita Nur Asri Pratiwi
10/296474/SP/23842
Ilmu Komunikasi 
 
Abstraksi
Setiap harinya, masyarakat terus dijejali iklan dalam berbagai media. Perang iklan terjadi dimana-mana. Ini merupakan bentuk kompetisi, dimana dunia pemasaran layaknya hutan rimba. Siapa yang bisa beradaptasi, dialah yang bisa bertahan. Maka wajar, jika berbagai strategi, tips, dan trik terus dilakukan setiap produk. Market share, menjadi faktor penentu hidup atau matinya sebuah produk. Layaknya hidup, pesaing sudah pasti ada. Jika tidak berhati-hati, pesaing tersebut akan merebut bahkan menendang kita dari arena persaingan. Salah satunya adalah yang kini terjadi antara Coca Cola sebagai market leader dan Big Cola sebagai market challenger.
Persaingan tak dapat lagi dihindarkan oleh Coca Cola, yang selama ini selalu bertengger di peringkat pertama dalam Top Brand Index untuk kategori minuman bersoda. Kehadiran Big Cola yang langsung merebut tak kurang dari 9% market share, menjadi ancaman tersendiri bagi Coca Cola. Sementara Big Cola terus tumbuh, Coca Cola sejatinya harus semakin waspada bahwa ada bahaya yang mengancam.
Big Cola vs Coca Cola
Berbicara tentang minuman bersoda, yang langsung ada di benak konsumen sudah pasti Coca Cola. Sejak puluhan tahun yang lalu, Coca cola telah merajai dunia, termasuk Indonesia. Karena telah merajai pasar minuman bersoda hampir di seluruh dunia, kini Coca Cola sudah dikategorikan sebagai produk mature. Iklan Coca Cola juga sudah tidak terlalu gencar, meski billboard Coca Cola masih dapat dengan mudah ditemui. Sebagai media untuk menjaga brand awareness, Coca Cola kerap kali menjadi sponsor dalam event-event besar baik berskala lokal hingga nasional.
Merajai Top Brand Index dengan market share 32,9%, Coca Cola masih dibayang-bayangi oleh Fanta dan Sprite. Fanta, di tahun 2013 ini berhasil meraih market share sebanyak 31,5%, sedangkan Sprite dengan 19,3%. Untuk tetap unggul dari Fanta dan Sprite, Coca Cola jelas sudah memiliki strategi khusus, karena persaingan ketiga produk tersebut sudah berusia puluhan tahun.
Market challenger yang justru harus diwaspadai oleh Coca Cola adalah Big Cola. Big Cola adalah sebuah produk yang relatif baru di Indonesia, namun sudah mulai dikenal orang. Big Cola yang sedang berada pada tahap growth bahkan bisa jauh lebih unggul dari Pepsi, produk yang sudah lama dijual di Indonesia. Relatif baru dan sudah mendapatkan 9,2% market share di kategori minuman bersoda tahun 2013, bukan tidak mungkin Big Cola akan menyaingi bahkan menyingkirkan langganan tiga besar yakni Coca Cola, Fanta, dan Sprite.
Dari analisis diatas, saya menetapkan bahwa market challenger di kategori minuman bersoda tahun 2013 adalah Big Cola, sedangkan market leader adalah Coca Cola. Alasan saya menetapkan Coca Cola sebagai market leader adalah karena dari Top Brand Index, Coca Cola memimpin di kategorinya, dengan perolehan market share sebesar 32,9%. Sedangkan alasan saya menetapkan Big Cola sebagai market challenger adalah karena Big Cola merupakan produk yang baru masuk ke dalam persaingan di kategori minuman bersoda, namun sudah mencapai market share 9,2% dan bahkan berhasil mengalahkan Pepsi. Selain itu, nama dan rasa Big Cola juga hampir sama dengan Coca Cola meskipun harga jual Big Cola sedikit di bawah Coca Cola. Ini semakin menguatkan aroma persaingan terbuka dari Big Cola yang menantang Coca Cola sebagai market leader di kategori minuman bersoda Top Brand Index 2013.
Perbandingan Big Cola dengan Coca Cola
            Big Cola merupakan sebuah produk baru di Indonesia. Sebuah pencapaian luar biasa ketika sebuah produk baru sudah mendapatkan 9,2% market share. Apalagi, para pesaingnya merupakan produk-produk lama yang sudah menjadi top of mind di masyarakat. Berikut adalah analisis SWOT untuk Big Cola:

Big Cola
Coca Cola
Strengths
Rasa hampir sama dengan Coca Cola.
Harga lebih murah.
TVC disukai banyak orang
Sudah menguasai market share.
Menjadi top of mind di masyarakat.

Weaknesses
Bentuk kemasan mirip Coca Cola
Nama hampir sama dengan Coca Cola
Hanya memiliki satu variant rasa, yang kemungkinan mebuat orang jenuh.
Opportunities
Dengan rasa yang hampir sama dan harga yang lebih murah dari Coca Cola, ada kemungkinan orang lebih memilih Big Cola
Masih menjadi top of mind dan menguasai market share, sehingga hanya perlu menjaga brand awareness, bukan membangun.
Threats
Ketika iklan Big Cola disukai orang dan produk Big Cola mulai dikenal, Coca Cola juga menjadi sponsor di banyak event, juga mulai rajin beriklan di televisi. Ini jelas menjadi ancaman dan menyulitkan Big Cola.
Produk Big Cola mulai banyak dikenal dan disukai orang. Ini tentu membahayakan Coca Cola jika tidak waspada.

Begitu kuatnya posisi Coca Cola dalam puluhan tahun terakhir, tentu tak akan memudahkan produk pesaingnya untuk masuk ke dalam pasar kompetisi. Apalagi, pada dasarnya target consumer yang ditetapkan oleh keduanya hampir sama. Mengusung tagline “Think Big”, Big Cola menyasar anak muda yang aktif dan memiliki banyak aktivitas. Berikut adalah perbandingan target market antara Big Cola dan Coca Cola:
Coca Cola as Market Leader:
Primer
Sekunder
Laki-laki & Perempuan
Laki-laki & Perempuan
Usia 15-24 tahun
Usia 24-35 tahun
SES A, A-, B+, B
SES A, A-, B+, B
Mahasiswa/pelajar, hidup di perkotaan, suka beraktivitas diluar ruangan, dan aktif.
Pekerja, suka berktivitas diluar ruangan, mandiri, dan aktif.

Big Cola as Market Challenger:
Primer
Sekunder
Laki-laki & Perempuan
Laki-laki & Perempuan
Usia 10-18 tahun
Usia 18-28 tahun
SES B+, B, C+
SES B+, B, C+
Pelajar, menyukai olahraga, aktif, tinggal di kota sedang dan kecil.
Mahsiswa dan pekerja, aktif, banyak beraktivitas diluar ruangan, berdomisili di kota sedang dan kecil.

            Dengan harga yang cukup murah, tak sedikit yang berpikir bahwa Big Cola adalah Coca Cola untuk masyarakat ekonomi menengah. Padahal, Big Cola dan Coca Cola adalah dua produk berbeda yang saling berkompetisi.
Kelemahan Big Cola:
            Sebagai produk baru, Big Cola memang mampu membuat banyak pihak berdecak kagum. Setelah iklan TVC versi “Spiderman”nya yang lucu dan banyak disukai orang, Big Cola kembali mencatatkan prestasi yang membanggakan. Di Top Brand Index, Big Cola menduduki posisi keempat. Big Cola berhasil berada di bawah Coca Cola, Fanta, dan Sprite yang memang sudah lama berkecimpung dalam persaingan kategori minuman bersoda. Hebatnya lagi, Big Cola berhasil mengalahkan Pepsi, produk yang tak kalah tenarnya dari Coca Cola.
            Kini, Big Cola dengan taglineThink Big”nya menjadi Official England License, dengan menggaet keeper Manchester City, Joe Hart sebagai brand ambassador. Saat ini, meski banyak yang mengagumi strategi pemasaran yang dilakukan Big Cola, ada juga pihak yang berpikir bahwa dengan rasa yang hampir sama namun harga yang lebih murah dari Coca Cola, Big Cola seharusnya bisa mendapat market share lebih dari 9,2%. Bahkan seharusnya, Big Cola berada tepat di bawah Coca Cola, yang artinya harus bisa mengalahkan Fanta dan Sprite.
            Ada beberapa kelemahan yang harus segara diperbaiki agar posisi Big Cola bisa berada tepat di bawah Coca Cola. Mengapa hanya mentargetkan untuk berada di bawah Coca Cola? Karena dalam waktu dekat, hampir tidak mungkin menyingkirkan Coca Cola yang menjadi langganan juara di Top Brand Index. Apalagi, rasa dan kemasan Big Cola hampir sama dengan Coca Cola, sehingga banyak yang menilai bahwa Big Cola berada di bawah bayang-bayang Coca Cola.
            Kelemahan pertama Big Cola berada pada masalah positioning. Hal yang pertama dipikirikan orang ketika melihat Big Cola kemungkinan besar adalah mengatakan, “Apa nih Big Cola? Kirain Coca Cola”, atau “Ini sama nggak sih sama Coca Cola?”. Ada beberapa alasan dari respon pertama para konsumen. Pertama, rasa Big Cola memang hampir sama dengan Coca cola, hanya saja kandungan soda dalam Big Cola tidak sekuat Coca Cola. Kedua, jika dilihat sekilas bentuk dan kemasan Big Cola hampir sama dengan Coca Cola. Dari mulai bentuk botol dan dominasi warna merah hitamnya. Yang ketiga, nama Big Cola dan Coca Cola cenderung mirip, sehingga orang banyak yang berpikir bahwa produk ini sama.
            Kelemahan Big Cola selanjutnya adalah dari iklannya yang tidak gencar. Untuk produk dengan posisi growth, seharusnya Big Cola beriklan lebih sering lagi. Billboard Big Cola juga jarang terlihat. Selain itu, Big Cola juga hampir tidak pernah beriklan di media online. Salah satu terobosan besarnya adalah menjadi Official England License. Namun di Indonesia, itu tentu tidak membawa pengaruh yang besar. Ada baiknya Big Cola menjadi sponsor sepakbola nasional atau event-event yang identik dengan anak muda dan sejuta kreativitasnya. 

Solusi Melalui Komunikasi Pemasaran
            Untuk membuat market share Big Cola meningkat, ada beberapa hal yang harus dilakukan. Yang pertama adalah re-branding. Yang harus dilakukan oleh Big Cola adalah mendesain ulang kemasan dan warnanya. Harus sebisa mungkin dibedakan dengan Coca Cola, agar Big Cola tidak terus menerus berada di bawah bayang-bayang Big Cola. Image ini harus segera dibentuk, untuk semakin membuka arena persaingan antara Big Cola dan Coca Cola.
            Setelah melakukan rebranding, sebagai produk dengan tahap growth, beriklanlah sebanyak mungkin. Jadilah sponsor di berbagai acara dengan rating tinggi, karena Big Cola masih perlu meningkatkan brand awareness di masyarakat. Selain itu, Big Cola juga perlu meningkatkan intensitas iklan luar ruang, mengingat target dari Big Cola adalah orang yang aktif beraktivitas. Media online juga dapat dijadikan sasaran, mengingat anak muda kini mulai banyak mengakses media online dibandingkan televisi. Penyebaran berita di media online juga cenderung lebih cepat. Dengan banyak beriklan, tentu orang akan semakin tertarik untuk mencoba. Pertahankan pula  harga yang berada di bawah Coca Cola, karena mamatok harga diatas Coca Cola justru akan menjadi bumerang yang akan menyingkirkan Big Cola dari panggung persaingan.
            Setelah rebranding dan aktif beriklan di berbagai media yang sesuai dengan target market, hal yang selanjutnya harus dilakukan oleh Big Cola adalah mengadakan event-event tingkat lokal dan nasional. Event tingkat lokal akan berguna bagi Big Cola untuk menjangkau target market secara lebih spesifik, sedangkan event nasional berguna untuk meningkatkan brand awareness dari masyarat Indonesia terhadap produk Big Cola.