Sabtu, 16 April 2011

You? Perfect!

Ratusan jam yang lalu, ribuan menit yang lalu, dan ratusan ribu detik yang lalu. Ada tawa jenaka disitu, tawa khas cinta monyet. Terpaut pintu, tak ada yang bisa aku lakukan selain mencuri pandang. Hatiku bukan lagi seperti dulu. Akhirnya hatiku mampu berkata "iya" setelah sekian lama selalu menolak. Bukankah penolakan itu hanya langkah awal dari persetujuan?

Ternyata, ternyata, ternyata. Ternyata tawa itu begitu renyah, bahkan saat aku tak bisa melihat secara jelas. Jas itu nampaknya terlalu anggun bahkan untuk kusapa. Terlalu sempurna untuk kusentuh. Dan lagi-lagi, aku hanya melemah pada keadaan. Seiring detik jam yang terus berlalu, semakin aku menyadari, kamu tak harus dimiliki.

Mulutku semakin terkunci rapat, kakiku semakin bergetar. Saat mereka asyik bergurau denganmu, aku lemah. Melemah, dan semakin melemah. Lantas aku harus apa? Harus bagaimana? Harus seperti apa? Tidak adakah sebuah permulaan hangat? Atau ini, hanya akan menjadi akhir yang sia-sia.

Jantungku bergetar hebat. Disitu, di tempat itu. Di balutan mewah sebuah acara sakral. Di bawah lantunan nada cinta. Di lautan manusia. Persis di depan deretan makanan kelas atas. Di gedung megah, dengan keindahan yang tak lagi bisa di ungkapkan. Alasannya? Kamu!

Saat itu, yang terpikir di benakku adalah "Siapa aku?". Bahkan tidak pernah aku membayangkan pemilik hati itu. Tidak pernah ada di bayanganku, jemari siapa yang akan mengisi sela jarimu. Sanggupkah aku? Sekelibat pertanyaan yang lagi, lagi, dan lagi menyergap. Kamu tau, sejak dulu, pertemuan kita selalu gagal.

Aku selalu menolak saat hati ini merasakan getar yang tak biasa. Getar yang mengguncang, bahkan memalingkan segenap hati. Semudah itukah aku merasakan cinta? Tapi matamu terlalu suci. Terlalu suci untuk dijamah. Entah siapa yang bisa mengerti. Lagi-lagi, aku mau kamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar