Kamis, 20 Juni 2013
Rumah Penuh Makna
Bagi saya, waktu bergulir sangat cepat sekali. Entah karena saya terlalu menikmati setiap jengkal kebahagiaan di hidup ini, atau karena memang waktu yang memiliki kecepatan lebih. Rasanya masih kemarin kami sama-sama kecil. Rasanya masih kemarin perayaan wisuda digelar bergiliran. Rasanya masih kemarin kita rutin melepas peluk di hari raya. Rasanya masih kemarin kita menikmati cuaca dingin pedesaan, bersama-sama, dan penuh dengan uraian tawa.
Kemudian waktu terbang mengudara, membawa kami semua ke dimensi berbeda. Tawa itu masih tetap ada, meski hanya menyisakan sisa. Sungguh, suatu achievement yang sangat berarti bisa menjadi bagian dari kalian. Kita semua berlomba, menghiasi dinding rumah sederhana itu dengan foto bertoga. Kita semua berlomba, menceritakan pencapaian yang kita dapat di tanah rantau.
Di setiap hari raya, kita berkumpul di rumah sederhana di pedesaan yang masih terpencil. Kami menyebutnya rumah aki, rumah kakek moyang kami. Aktivitas kami selalu sama dari tahun ke tahun. Berbincang hangat di ruang tamu. Berebut tidur dengan kasur yang sengaja kami gelar di ruang televisi. Di siang hari, anak tangga dari tanah itu kami susuri, menuju kolam milik aki dan kemudian memancing bersama. Aku bagian mengorek tanah, mencari cacing-cacing hidup untuk dijadikan umpan. Kemudian salah satu dari kita, karena tidak sabar, memilih mengambil roti untuk umpannya.
Di hari kedua lebaran, rumah aki selalu penuh dengan sanak keluarga lain yang datang. Maka kami akan otomatis masuk ke dalam kamar, berdesakan, bercerita penuh canda, dan biasanya akan dengan sendirinya dibubarkan oleh suara buang gas. Di sisa hari, kami mambabat habis tempat-tempat wisata terdekat. Dulu, jok mobil belakang masih muat ditempati 4 orang. Mungkin kini sudah tidak bisa.
Jika waktu berlibur habis, kami bersiap kembali ke kota masing-masing. Maka saat itu, aki dan emih akan duduk di bangku depan rumah dengan tatapan parau. Ketika mesin mobil sudah mulai menyala, matanya hampir berair. Di sela kami memasukkan barang ke mobil, dengan sendu aki dan emih akan berkata, "Mau kemana? Disini aja". Meski mereka tau itu tidak mungkin.
Maka ketika mobil perlahan bergerak menyusuri jalanan pedesaan, tatapan mereka semakin kosong. Mungkin merindukan tawa kami yang senantiasa meramaikan rumah di malam hari. Kini, semua masih sama. Rumah itu, penghuninya, dan rasa rindu yang dirasakan setelah lama tak bersua. Kini, rumah semakin diramaikan dengan tangis lucu generasi keempat keluarga kami. Anak salah satu dari kami. Ya, kami yang dulu masih sama-sama kecil dan bermain layang-layang bersama kini harus melepas masa lajang satu per satu setelah menuntaskan kewajiban dan tanggung jawab pada orang tua.
Pada akhirnya, rumah kecil mungil itu tetap menjadi sesuatu yang tak bisa lepas dari ingatan kami. Meski mungkin sudah tidak serutin itu kami sambangi. Meski mungkin ada kehangatan baru yang berbeda di dalamnya. Meski masing-masing dari kami mulai membangun kehidupan baru. Meski masing-masing dari kami mulai sibuk mengejar karier dan sisa-sisa mimpi yang ada. Namun percayalah, telepon di rumah itu selalu ingin berdering, karena penghuninya selalu ingin tau kabar dari kami.
Untuk aki dan emih, terima kasih sudah menjadi dua malaikat bagi kami. Terima kasih telah melahirkan anak-anak hebat yang mampu mendidik kami dengan baik. Terima kasih telah menorehkan sejarah dalam hidup kami. Terima kasih telah selalu setia di rumah mungil itu, menanti kedatangan kami satu per satu. Suatu saat, kami memang akan pergi, melalang buana mencari arti hidup. Tapi percayalah, suatu saat pula kami akan kembali ke rumah penuh makna itu, memandangi dinding dan kaca yang memuat foto kami, dan melayangkan ingatan pada masa lampau. Karena sesungguhnya, di rumah penuh makna itu kami bisa menjadi apa yang kami inginkan. Aki, emih, eneng rindu. Salam sungkem dari eneng di Jogja. I love you both!
Jumat, 07 Juni 2013
MATIIN HP-NYA PLIIISSSS!
Indonesia lagi digegerkan sama kasus penumpang Sriwijaya Air yang melakukan pemukulan terhadap pramugari. Kasusnya klasik, pramugari mengingatkan untuk mematikan telepon genggam karena pesawat sudah siap untuk lepas landas.
Sesuai peraturan yang saya tau, mematikan telepon genggam diwajibkan ketika penumpang mulai boarding. Kenyataannya? Dalam setiap penerbangan, saya selalu menemukan penumpang yang bahkan di dalam pesawat masih asyik memainkan telepon genggamnya. Ketika pramugari sibuk merapikan barang di kabin, masih ada penumpang yang asyik bertelepon ria.
Peraturan dunia penerbangan untuk mematikan semua alat elektronik yang memiliki signal ketika di dalam pesawat tentu bukan tanpa alasan. Sinyal akan mengganggu sistem navigasi pesawat, yang bahkan bisa mencelakakan pesawat. Pesawat jelas berbeda sistem mengendarainya dengan kendaraan lain seperti mobil. Jika mobil mengandalkan pengelihatan supir, pesawat sudah pasti mengandalkan sistem navigasi. Anehnya, demi keselamatan diri sendiri aja, penumpang masih banyak yang bertindak bodoh.
Semua penerbangan, dari apapun maskapainya, selalu tak pernah berhenti diingatkan untuk mematikan telepon genggam. Saya sendiri sering makan ati karena kelakuan para penumpang yang menurut saya tolol. Kejadian pertama adalah penerbangan Jakarta-Jogja. Saya langganan pesawat first flight, jadi harus berangkat dari rumah jam 3 pagi. Jam setengah 6, kami sudah boarding. Begitu pesawat mau take-off, penumpang di seberang saya asyik telfonan. Bapak di sebelah saya kemudian menegur. Eh, bukannya malu dia malah jawab "Kalau saya di Jogja ga ada yang jemput, bapak mau tanggung jawab?" Kontan bapak di sebelah saya langsung jawab, "Eh, kalo gara-gara sinyalmu itu sepesawat mati, kamu mau tanggung jawab?" Keliatan malu, dia diam.
Pengalaman gak enak juga pernah saya rasakan saat penerbangan dari Lombok ke Jakarta, dan dari Semarang ke Jakarta. Saya dibikin keki sama penumpang yang masih asyiiiikkkk aja bbm an padahal pesawat tinggal lepas landas. Ampun deh, itu otak lagi nggak berfungsi apa gimana! Setelah menyimpan gondok berjam-jam di pesawat, begitu pesawat siap mendarat saya balik gondok lagi. Berkali-kali udah diingatkan kalo telepon genggam baru boleh dinyalakan di dalam bandara, ini pesawat baru mau landing udah banyak handphone yang bunyi. Sambil menunggu keluar pesawat, mereka asyik aja dong bbm-an gitu. Duh, segitu susahnya yaa ngga megang hp dalam beberapa jam doang? :s
Bagi saya, insiden pemukulan yang dilakukan pejabat kepada pramugari Sriwijaya Air seharusnya dijadikan pembelajaran bagi para penumpang pesawat yang hobinya bbm-an di udara. Pramugari, atau bahkan penumpang lain sangat berhak menegur penumpang yang memainkan telepon genggamnya di udara. Satu saja gangguan signal, yang akan terganggu satu pesawat. Mbok ya kalau mau mati jangan ajak-ajak orang se-pesawat toh!
Intinya, jadilah penumpang yang smart (bukan hanya pengguna smartphone) dan bijak dalam bertindak. Seriously, mematikan hp beberapa jam aja nggak bikin kamu mati kok. Yang bisa bikin kamu mati itu ya memainkan hp di pesawat. So, matiin hp-nya plissss!
Sesuai peraturan yang saya tau, mematikan telepon genggam diwajibkan ketika penumpang mulai boarding. Kenyataannya? Dalam setiap penerbangan, saya selalu menemukan penumpang yang bahkan di dalam pesawat masih asyik memainkan telepon genggamnya. Ketika pramugari sibuk merapikan barang di kabin, masih ada penumpang yang asyik bertelepon ria.
Peraturan dunia penerbangan untuk mematikan semua alat elektronik yang memiliki signal ketika di dalam pesawat tentu bukan tanpa alasan. Sinyal akan mengganggu sistem navigasi pesawat, yang bahkan bisa mencelakakan pesawat. Pesawat jelas berbeda sistem mengendarainya dengan kendaraan lain seperti mobil. Jika mobil mengandalkan pengelihatan supir, pesawat sudah pasti mengandalkan sistem navigasi. Anehnya, demi keselamatan diri sendiri aja, penumpang masih banyak yang bertindak bodoh.
Semua penerbangan, dari apapun maskapainya, selalu tak pernah berhenti diingatkan untuk mematikan telepon genggam. Saya sendiri sering makan ati karena kelakuan para penumpang yang menurut saya tolol. Kejadian pertama adalah penerbangan Jakarta-Jogja. Saya langganan pesawat first flight, jadi harus berangkat dari rumah jam 3 pagi. Jam setengah 6, kami sudah boarding. Begitu pesawat mau take-off, penumpang di seberang saya asyik telfonan. Bapak di sebelah saya kemudian menegur. Eh, bukannya malu dia malah jawab "Kalau saya di Jogja ga ada yang jemput, bapak mau tanggung jawab?" Kontan bapak di sebelah saya langsung jawab, "Eh, kalo gara-gara sinyalmu itu sepesawat mati, kamu mau tanggung jawab?" Keliatan malu, dia diam.
Pengalaman gak enak juga pernah saya rasakan saat penerbangan dari Lombok ke Jakarta, dan dari Semarang ke Jakarta. Saya dibikin keki sama penumpang yang masih asyiiiikkkk aja bbm an padahal pesawat tinggal lepas landas. Ampun deh, itu otak lagi nggak berfungsi apa gimana! Setelah menyimpan gondok berjam-jam di pesawat, begitu pesawat siap mendarat saya balik gondok lagi. Berkali-kali udah diingatkan kalo telepon genggam baru boleh dinyalakan di dalam bandara, ini pesawat baru mau landing udah banyak handphone yang bunyi. Sambil menunggu keluar pesawat, mereka asyik aja dong bbm-an gitu. Duh, segitu susahnya yaa ngga megang hp dalam beberapa jam doang? :s
Bagi saya, insiden pemukulan yang dilakukan pejabat kepada pramugari Sriwijaya Air seharusnya dijadikan pembelajaran bagi para penumpang pesawat yang hobinya bbm-an di udara. Pramugari, atau bahkan penumpang lain sangat berhak menegur penumpang yang memainkan telepon genggamnya di udara. Satu saja gangguan signal, yang akan terganggu satu pesawat. Mbok ya kalau mau mati jangan ajak-ajak orang se-pesawat toh!
Intinya, jadilah penumpang yang smart (bukan hanya pengguna smartphone) dan bijak dalam bertindak. Seriously, mematikan hp beberapa jam aja nggak bikin kamu mati kok. Yang bisa bikin kamu mati itu ya memainkan hp di pesawat. So, matiin hp-nya plissss!
Jumat, 31 Mei 2013
The busiest semester ever!
I hate being busy, but I hate being "don't-know-what-to-do" more and more!
Sibuk itu terkadang emang nyebelin. I felt it in my sixth semester. Setiap bangun pagi, di kepala udah tersusun dan terjadwal what I have to do for today. Berawal dari ngambil mata kuliah jurnalisme penyiaran, saya ngga tau bahwa mata kuliah itu mewajibkan mahasiswanya magang. Karena udah terlanjur masuk, jadilah saya berusaha mencari-cari tempat magang. Pilihan jatuh pada RRI (Radio Republik Indonesia).
Singkat kata, di pertengahan Maret saya mulai magang di RRI. Saat itu langsung ditempatkan sebagai reporter divisi olahraga. Hey, it's not my thing for being a reporter. Secara jurnalisme itu bukan konsentrasi saya di kuliah, dan matkul Jurnalisme Penyiaran itu hanyalah matkul pilihan buat saya. Di hari pertama, saya udah ditantang aja bikin straight news, dilanjut fox pop tentang Kongres Luar Biasa-nya PSSI. Hari kedua, ada liputan DBL, event basket terbesar di Jogja yang merupakan acara tahunan.
Di awal magang, saya dapet tawaran lagi sebagai penulis salah satu website dengan konten traveling & kuliner. Wohooooo, I was excited! Walaupun gaji yang ditawarkan cuma setengah dari uang bulanan saya, tapi karena traveling & kuliner adalah dua hal paling favorite buat saya, akhirnya saya mengambil job itu. Fix, sehari lima artikel untuk kuliner & traveling. Hari-hari saya selanjutnya pantas disebut sebagai "hectic day". Bangun setiap pagi, membuat to-do-list, kuliah, ngantor, liputan, nugas, dan menyelesaikan lima artikel tersebut.
What I feel in the beginning? Tired, indeed! Setiap hari saya selalu ngerasa kurang tidur. Sekalinya tidur jadi nggak nyenyak karena banyak pikiran. Ditambah lagi, saat itu tim KKN masih 7 orang, dan harus bekerja ekstra keras. Hampir setiap hari saya mengeluh, ngerasa capek, dan hampir memutuskan melepas pekerjaan menulis artikel. Saya juga ngerasa 24 jam dalam sehari sama sekali nggak cukup. Belum lagi rasa bersalah karena ngelarang orang tua saya ke Jogja, karena kalaupun mereka ke Jogja, nggak akan ada waktu buat nemenin jalan-jalan.
Di tanggal 11 April, angin surga berhembus. Setelah minta izin sama redaktur di kantor, saya dan teman-teman KKN berangkat ke Ciamis, untuk riset yang kedua. Dengan berbekal konsep yang matang, ajang riset tersebut juga saya gunakan sebagai "refreshing", menghirup udara pedesaan yang segar, kehidupan yang tidak menjenuhkan, dan pastinya bisa tidur dengan nyenyak. Empat hari riset, cukup menjadi ajang beristirahat buat saya.
Back to reality, di bulan April saya justru mulai enjoy dan terbiasa dengan semuanya. Saya sudah terbiasa meliput, memberikan laporan by phone, menulis lima artikel dalam beberapa jam saja, dan over all saya mulai menikmati semuanya. Saya mulai menikmati pergi pagi pulang malam, membuka laptop, dan menyelesaikan artikel saya. Walaupun capek, tapi mulai terbiasa dan akhirnya nggak ngerasa lagi ini sebagai beban yang berat.
Tapi semesta nampaknya masih belum membiarkan saya hidup di zona nyaman. Di pertengahn April, saya dipindah ke redaksi news. Saya kehabisan tenaga, energi, dan spirit. Meliput ujian nasional bahkan ikut di rapat paripurna anggota DPR jelas bukan saya banget. Untungnya itu semua cuma setengah bulan, dan dengan terseok-seok bisa terlewati juga.
Saya kemudian semakin percaya Allah telah mengatur semuanya. Tahun lalu, saya mendapatkan tiket promo ke Bangkok, dan tanpa pikir panjang saya membelinya untuk penerbangan bulan Mei. Bulan April magang saya selesai, dan pertengahan Mei saya liburan. Yeeeaayy! Pulang liburan, saya mulai lagi disibukkan persiapan KKN, pengabdian pada masyarakat yang mungkin hanya sekali seumur hidup. Saya juga udah nggak jadi penulis lagi, karena KKN butuh perhatian yang lebih ekstra. Lagian kalau masalah kerjaan kan bisa dicari lagi setelah KKN. Beberapa menit sebelum artikel ini ditulis, akan memasuki bulan Juni, bulannya UAS dan bulan terakhir persiapan KKN. Bulan yang mungkin lebih sibuk dari bulan April dan Mei. I wish nothing but the best for JBR 02!
Btw, sibuk itu emang nyebelin, apalagi ketika bener-bener nggak punya waktu me-time. Tapi percaya deh, bingung karena nggak ada yang harus dikerjakan jauuuuhhh lebih nyebelin. So, bersyukurlah bisa sibuk :)
Selasa, 30 April 2013
UTS Strategic Planning: Analisis Big Cola sebagai Market Challenger
Devita Nur Asri Pratiwi
10/296474/SP/23842
Ilmu Komunikasi
Abstraksi
Setiap harinya, masyarakat terus dijejali
iklan dalam berbagai media. Perang iklan terjadi dimana-mana. Ini merupakan
bentuk kompetisi, dimana dunia pemasaran layaknya hutan rimba. Siapa yang bisa
beradaptasi, dialah yang bisa bertahan. Maka wajar, jika berbagai strategi,
tips, dan trik terus dilakukan setiap produk. Market share, menjadi
faktor penentu hidup atau matinya sebuah produk. Layaknya hidup, pesaing sudah
pasti ada. Jika tidak berhati-hati, pesaing tersebut akan merebut bahkan
menendang kita dari arena persaingan. Salah satunya adalah yang kini terjadi
antara Coca Cola sebagai market leader dan Big Cola sebagai market
challenger.
Persaingan tak dapat lagi dihindarkan oleh
Coca Cola, yang selama ini selalu bertengger di peringkat pertama dalam Top Brand
Index untuk kategori minuman bersoda. Kehadiran Big Cola yang langsung
merebut tak kurang dari 9% market share, menjadi ancaman tersendiri bagi
Coca Cola. Sementara Big Cola terus tumbuh, Coca Cola sejatinya harus semakin
waspada bahwa ada bahaya yang mengancam.
Big Cola vs Coca Cola
Berbicara tentang minuman bersoda, yang
langsung ada di benak konsumen sudah pasti Coca Cola. Sejak puluhan tahun yang
lalu, Coca cola telah merajai dunia, termasuk Indonesia. Karena telah merajai
pasar minuman bersoda hampir di seluruh dunia, kini Coca Cola sudah
dikategorikan sebagai produk mature. Iklan Coca Cola juga sudah tidak terlalu
gencar, meski billboard Coca Cola masih dapat dengan mudah ditemui.
Sebagai media untuk menjaga brand awareness, Coca Cola kerap kali
menjadi sponsor dalam event-event besar baik berskala lokal hingga
nasional.
Merajai Top Brand Index dengan market share
32,9%, Coca Cola masih dibayang-bayangi oleh Fanta dan Sprite. Fanta, di tahun
2013 ini berhasil meraih market share sebanyak 31,5%, sedangkan Sprite
dengan 19,3%. Untuk tetap unggul dari Fanta dan Sprite, Coca Cola jelas sudah
memiliki strategi khusus, karena persaingan ketiga produk tersebut sudah
berusia puluhan tahun.
Market challenger yang justru harus diwaspadai oleh Coca Cola
adalah Big Cola. Big Cola adalah sebuah produk yang relatif baru di Indonesia,
namun sudah mulai dikenal orang. Big Cola yang sedang berada pada tahap growth
bahkan bisa jauh lebih unggul dari Pepsi, produk yang sudah lama dijual di
Indonesia. Relatif baru dan sudah mendapatkan 9,2% market share di
kategori minuman bersoda tahun 2013, bukan tidak mungkin Big Cola akan menyaingi
bahkan menyingkirkan langganan tiga besar yakni Coca Cola, Fanta, dan Sprite.

Dari analisis diatas, saya menetapkan bahwa market
challenger di kategori minuman bersoda tahun 2013 adalah Big Cola,
sedangkan market leader adalah Coca Cola. Alasan saya menetapkan Coca
Cola sebagai market leader adalah karena dari Top Brand Index, Coca Cola
memimpin di kategorinya, dengan perolehan market share sebesar 32,9%.
Sedangkan alasan saya menetapkan Big Cola sebagai market challenger adalah
karena Big Cola merupakan produk yang baru masuk ke dalam persaingan di
kategori minuman bersoda, namun sudah mencapai market share 9,2% dan bahkan
berhasil mengalahkan Pepsi. Selain itu, nama dan rasa Big Cola juga hampir sama
dengan Coca Cola meskipun harga jual Big Cola sedikit di bawah Coca Cola. Ini
semakin menguatkan aroma persaingan terbuka dari Big Cola yang menantang Coca
Cola sebagai market leader di kategori minuman bersoda Top Brand Index 2013.
Perbandingan Big Cola dengan Coca Cola
Big Cola
merupakan sebuah produk baru di Indonesia. Sebuah pencapaian luar biasa ketika
sebuah produk baru sudah mendapatkan 9,2% market share. Apalagi, para
pesaingnya merupakan produk-produk lama yang sudah menjadi top of mind
di masyarakat. Berikut adalah analisis SWOT untuk Big Cola:
|
Big Cola
|
Coca Cola
|
Strengths
|
Rasa hampir sama dengan Coca Cola.
Harga lebih murah.
TVC disukai banyak orang
|
Sudah menguasai market share.
Menjadi top of mind di masyarakat.
|
Weaknesses
|
Bentuk kemasan mirip Coca Cola
Nama hampir sama dengan Coca Cola
|
Hanya memiliki satu variant rasa,
yang kemungkinan mebuat orang jenuh.
|
Opportunities
|
Dengan rasa yang hampir sama dan harga yang
lebih murah dari Coca Cola, ada kemungkinan orang lebih memilih Big Cola
|
Masih menjadi top of mind dan menguasai market
share, sehingga hanya perlu menjaga brand awareness, bukan
membangun.
|
Threats
|
Ketika iklan Big Cola disukai orang dan
produk Big Cola mulai dikenal, Coca Cola juga menjadi sponsor di banyak
event, juga mulai rajin beriklan di televisi. Ini jelas menjadi ancaman dan
menyulitkan Big Cola.
|
Produk Big Cola mulai banyak dikenal dan
disukai orang. Ini tentu membahayakan Coca Cola jika tidak waspada.
|
Begitu kuatnya posisi Coca Cola dalam puluhan
tahun terakhir, tentu tak akan memudahkan produk pesaingnya untuk masuk ke
dalam pasar kompetisi. Apalagi, pada dasarnya target consumer yang ditetapkan
oleh keduanya hampir sama. Mengusung tagline “Think Big”, Big Cola
menyasar anak muda yang aktif dan memiliki banyak aktivitas. Berikut adalah
perbandingan target market antara Big Cola dan Coca Cola:
Coca Cola as Market Leader:
Primer
|
Sekunder
|
Laki-laki & Perempuan
|
Laki-laki & Perempuan
|
Usia 15-24 tahun
|
Usia 24-35 tahun
|
SES A, A-, B+, B
|
SES A, A-, B+, B
|
Mahasiswa/pelajar, hidup di perkotaan, suka beraktivitas
diluar ruangan, dan aktif.
|
Pekerja, suka berktivitas diluar ruangan,
mandiri, dan aktif.
|
Big Cola as Market Challenger:
Primer
|
Sekunder
|
Laki-laki & Perempuan
|
Laki-laki & Perempuan
|
Usia 10-18 tahun
|
Usia 18-28 tahun
|
SES B+, B, C+
|
SES B+, B, C+
|
Pelajar, menyukai olahraga, aktif, tinggal
di kota sedang dan kecil.
|
Mahsiswa dan pekerja, aktif, banyak
beraktivitas diluar ruangan, berdomisili di kota sedang dan kecil.
|
Dengan
harga yang cukup murah, tak sedikit yang berpikir bahwa Big Cola adalah Coca
Cola untuk masyarakat ekonomi menengah. Padahal, Big Cola dan Coca Cola adalah
dua produk berbeda yang saling berkompetisi.
Kelemahan Big Cola:
Sebagai
produk baru, Big Cola memang mampu membuat banyak pihak berdecak kagum. Setelah
iklan TVC versi “Spiderman”nya yang lucu dan banyak disukai orang, Big Cola
kembali mencatatkan prestasi yang membanggakan. Di Top Brand Index, Big
Cola menduduki posisi keempat. Big Cola berhasil berada di bawah Coca Cola,
Fanta, dan Sprite yang memang sudah lama berkecimpung dalam persaingan kategori
minuman bersoda. Hebatnya lagi, Big Cola berhasil mengalahkan Pepsi, produk
yang tak kalah tenarnya dari Coca Cola.
Kini,
Big Cola dengan tagline “Think Big”nya menjadi Official England
License, dengan menggaet keeper Manchester City, Joe Hart sebagai brand
ambassador. Saat ini, meski banyak yang mengagumi strategi pemasaran yang
dilakukan Big Cola, ada juga pihak yang berpikir bahwa dengan rasa yang hampir
sama namun harga yang lebih murah dari Coca Cola, Big Cola seharusnya bisa
mendapat market share lebih dari 9,2%. Bahkan seharusnya, Big Cola
berada tepat di bawah Coca Cola, yang artinya harus bisa mengalahkan Fanta dan
Sprite.
Ada
beberapa kelemahan yang harus segara diperbaiki agar posisi Big Cola bisa berada
tepat di bawah Coca Cola. Mengapa hanya mentargetkan untuk berada di bawah Coca
Cola? Karena dalam waktu dekat, hampir tidak mungkin menyingkirkan Coca Cola
yang menjadi langganan juara di Top Brand Index. Apalagi, rasa dan
kemasan Big Cola hampir sama dengan Coca Cola, sehingga banyak yang menilai
bahwa Big Cola berada di bawah bayang-bayang Coca Cola.
Kelemahan
pertama Big Cola berada pada masalah positioning. Hal yang pertama
dipikirikan orang ketika melihat Big Cola kemungkinan besar adalah mengatakan,
“Apa nih Big Cola? Kirain Coca Cola”, atau “Ini sama nggak sih
sama Coca Cola?”. Ada beberapa alasan dari respon pertama para konsumen.
Pertama, rasa Big Cola memang hampir sama dengan Coca cola, hanya saja
kandungan soda dalam Big Cola tidak sekuat Coca Cola. Kedua, jika dilihat
sekilas bentuk dan kemasan Big Cola hampir sama dengan Coca Cola. Dari mulai
bentuk botol dan dominasi warna merah hitamnya. Yang ketiga, nama Big Cola dan
Coca Cola cenderung mirip, sehingga orang banyak yang berpikir bahwa produk ini
sama.
Kelemahan
Big Cola selanjutnya adalah dari iklannya yang tidak gencar. Untuk produk
dengan posisi growth, seharusnya Big Cola beriklan lebih sering lagi. Billboard
Big Cola juga jarang terlihat. Selain itu, Big Cola juga hampir tidak pernah
beriklan di media online. Salah satu terobosan besarnya adalah menjadi Official
England License. Namun di Indonesia, itu tentu tidak membawa pengaruh yang
besar. Ada baiknya Big Cola menjadi sponsor sepakbola nasional atau event-event
yang identik dengan anak muda dan sejuta kreativitasnya.
Solusi Melalui Komunikasi Pemasaran
Untuk
membuat market share Big Cola meningkat, ada beberapa hal yang harus
dilakukan. Yang pertama adalah re-branding. Yang harus dilakukan oleh Big Cola
adalah mendesain ulang kemasan dan warnanya. Harus sebisa mungkin dibedakan
dengan Coca Cola, agar Big Cola tidak terus menerus berada di bawah
bayang-bayang Big Cola. Image ini harus segera dibentuk, untuk semakin
membuka arena persaingan antara Big Cola dan Coca Cola.
Setelah melakukan
rebranding, sebagai produk dengan tahap growth, beriklanlah
sebanyak mungkin. Jadilah sponsor di berbagai acara dengan rating tinggi,
karena Big Cola masih perlu meningkatkan brand awareness di masyarakat. Selain
itu, Big Cola juga perlu meningkatkan intensitas iklan luar ruang, mengingat
target dari Big Cola adalah orang yang aktif beraktivitas. Media online juga
dapat dijadikan sasaran, mengingat anak muda kini mulai banyak mengakses media
online dibandingkan televisi. Penyebaran berita di media online juga cenderung
lebih cepat. Dengan banyak beriklan, tentu orang akan semakin tertarik untuk
mencoba. Pertahankan pula harga yang
berada di bawah Coca Cola, karena mamatok harga diatas Coca Cola justru akan
menjadi bumerang yang akan menyingkirkan Big Cola dari panggung persaingan.
Setelah rebranding
dan aktif beriklan di berbagai media yang sesuai dengan target market, hal yang
selanjutnya harus dilakukan oleh Big Cola adalah mengadakan event-event
tingkat lokal dan nasional. Event tingkat lokal akan berguna bagi Big Cola
untuk menjangkau target market secara lebih spesifik, sedangkan event
nasional berguna untuk meningkatkan brand awareness dari masyarat
Indonesia terhadap produk Big Cola.
Langganan:
Postingan (Atom)