Call it crazy or not, dulu saya adalah penggemar berat Persija & Timnas. Selain menjadi satu dari sekian juta wanita yang terpesona sama wibawa Bambang Pamungkas, saya juga empat tahun lalu benar-benar menjadi penggila bola. Tiap internetan, yang pertama kali saya buka websitenya Persija. Saya juga rutin ngumpulin foto pemain Persija & Timnas dari media cetak. Dan disadari atau enggak, ini semua yang membuat saya berada di jurusan ini.
Berawal dari saat saya duduk di bangku SMP, pacar saya itu penggemar bola liga Indonesia. Jadilah setiap kita ngedate, semua pembicaraan selalu tentang bola. Nggak jauh-jauh deh dari sundulannya Bambang Pamungkas, gocekannya Elie Aiboy, atau tendangannya Zainal Arief. Di rumah, (alm) kakek saya dari dulu emang penggemar bola. Waktu awal-awal nikah sama nenek saya, almarhum hobinya main bola, dan sepakbola sampai bikin kakinya sedikit tidak sama panjang antara kanan dan kiri. Di masa tuanya, tiap sore almarhum nonton bola. Saya sendiri nggak aware, dan nggak pernah peduli channel apa yang disetel, karena saya bukan penggila televisi.
Sampai saya putus dari pacar zaman SMP saya itu, saya masih belum suka nonton bola. Tapi tiap sore, saya denger almarhum kakek teriak-teriak "GOOOOLLL". Dan seperti ada keseruan sendiri. Akhirnya saya coba nimbrung. Pertama kali saya nimbrung alm nonton bola, adalah pertandingan Timnas vs Bahrain di Piala Asia 2007. Saat itu lini depan Indonesia diisi tiga trisula Bambang Pamungkas, Budi Sudarsono, dan Elie Aiboy. Kipernya Jendry Pitoy, yang sesekali digantikan Markus Horison atau Ferry Rotinsulu.
Animo masyarakat saat itu sedang gila. Sampai-sampai kalo jalan-jalan di daerah Senayan, kita akan lihat baliho besar ketiga striker Indonesia yang digambarkan dengan ikon pewayangan. Saat Piala Asia bergulir, saya jadi suka bola. Setiap lagu Indonesia Raya dinyanyikan di lapangan, bulu kuduk jadi merinding sendiri. Meski Indonesia gagal melaju ke Semifinal, saya tetep suka sama bola. Selanjutnya saya beralih ke Persija, yang saat itu mengikuti Indonesia Super League. Idola saya? Tetep dooong Bambang Pamungkas :D
Saking gilanya saya sama bola, dan berhubung saat itu usia saya masih ababil, saya sampe sering bela-belain nonton latihan Persija. Pulang sekolah, saya buru-buru ke Ragunan, karena di MES dan lapangan daerah Ragunan itu Persija latihan setiap sore. Saya jelas nggak diizinkan sama orang tua, tapi saya selalu pergi diam-diam, dengan beragam alasan. Misalnya ada tambahan les, ada latihan drama, sampai alasan reunian SD. Dari sekolah saya yang ada di Jakarta Barat, ke Ragunan bisa menempuh waktu 1 jam naik Trans Jakarta. Pulangnya, ke daerah rumah saya di Kemayoran, bisa 2 jam perjalanan karena macet.
Saya ingat, waktu kelas 1 SMA, Timnas sedang Pelatnas di lapangan ABC Senayan. Saat itu, nilai Matematika dan Bahasa Inggris saya 9, jadilah saya minta ke ayah saya buat ngajak saya nonton Pelatnas. Buat saya, ditemenin ayah bunda nonton latihan Timnas itu kado teeerrrinddaahh. Saya duduk di tribun, saat itu saya inget, Isnan Ali lagi cedera. Dia duduk tepat di sebelah saya. Omaigaaaddd, rasanya kayak lagi di alam mimpi. Huahahahahhaha.
Setiap sore, terutama saat Persija tanding, saya dan kakek saya rajin nonton bola. Kami biasanya diskusi, kira-kira siapa pemain yang masuk dalam starting line up, serta diskusi tentang prediksi pertandingan. Lucunya, kalau pertandingan Persija vs Persib. Aroma persaingan terasa banget. Saya dukung Persija, dan ayah saya yang asli Sunda dukung Persib. Bahkan, kami sampai memaksa semua anggota keluarga yang ada di rumah buat milih. Yang dukung Persija nonton di TV lantai bawah, yang dukung Persib nonton di TV lantai atas. Lol! Nenek saya sampai ditegur tetangga. "Mbah uti, kalo mba Dev lagi nonton bola, suaranya kedengeran sampai ke rumah. Mba Dev suka bola ya mbah?" Beda lagi komentar pembantu saya. "Perempuan kok suka bola, malah nggak suka sinetron." Yeeee -_____-
Kelas 2 SMA adalah saat-saat saya dimana sukaaaaa banget sama bola. Saya sampai bikin kliping tentang Persija dan Timnas. Saat ayah saya nanya apa cita-cita saya, saya bilang saya mau jadi komentator dan pengamat sepakbola. Mungkin saat itu menurut ayah, itu jawaban terbodoh yang pernah dia dengar. Btw, saat mau masuk kuliah dan bingung mau jurusan apa, saya pilih komunikasi alasannya karena setau saya, di komunikasi akan dilatih berbicara yang baik di depan publik. Dan menurut saya, itu menjadi modal untuk jadi komentator bola. Hahahahaha!
Saat kakek saya meninggal dan saya melanjurkan study di Jogja, bisa dibilang saya udah nggak terlalu suka bola. Cuma mengamati sekilas aja. Selain sepakbola Indonesia sekarang semakin carut marut, saya juga rada trauma. Setiap nonton bola, bawaannya sedih karena inget almarhum kakek. Apapun itu, setidaknya sepakbola telah pernah ada di hati saya. Membuka jalan menuju cita-cita saya, dan mengajarkan banyak hal. Memberi saat kita memiliki, dan belajar menghargai kemenangan dan menerima kekalahan. Kalau ditanya cita-cita saya sekarang, ya jadi Public Relations dong! Huahahahaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar