Selasa, 22 November 2011

Hujan

Selalu ada yang berbeda dari hujan. Sejuk. Dingin. Membuat saya makin cinta pada kota Jogja. Bau tanah yang dihasilkan sangat khas. Tidak pernah berbeda dari saya kecil. Saya bukan pecinta hujan, tapi saya suka melihat hujan. 10 tahun yang lalu, jika hujan turun, saya pasti menyaksikan lewat jendela. Atau sesekali dengan nakal mencoba keluar rumah, menikmati hujan, dan kembali dengan tubuh basah kuyup.

Itu 10 tahun yang lalu, ribuan hari yang lalu, jutaan jam yang lalu, ratusan juta detik yang lalu. Kini saya ada di tempat berbeda, dengan pemandangan berbeda, dengan figuran berbeda, dengan orang berbeda, dengan cinta berbeda, dengan fisik berbeda, dengan rasa yang beda, dan dengan cinta yang beda. Tapi hujan masih sama. Hujan masih seperti yang dulu. Baunya masih khas. Bunyinya masih khas. Meski kini, saya tak lagi bisa melihatnya dari jendela.

Hujan, meski orang-orang yang kusayangi tak lagi seperti dulu. Kamu tetap seperti yang dulu. Teruslah hujan, teruslah menjadi seperti yang dulu. Teruslah menebarkan bau yang khas. Teruslah membunyikan nyanyian dengan nada yang tidak pernah berubah :)

Alhamdulillah yah, sesuatu

Hidup itu memang keras. Dan akan semakin bertambah keras kalau kita ngeluh. Hari ini saya nggak kuliah pagi, bukan karena nggak ada kelas, tapi saya kesiangan. Alasan klise banget. Sebenernya tadi udah mandi dari jam setengah 7. Niatnya mau berangkat jam 7, jadi selesai mandi tidur sebentar. Eeh, bangun-bangun malah udah jam setengah 9. Dan saya akhirnya memutuskan untuk nggak kuliah (lagi)

Oiya, pasti semua tau dong kata-kata "Alhamdulillah yah, sesuatu" miliknya Syahrini yang lagi ngetrend banget itu. Dipikir-pikir, kata-kata itu simple tapi maknanya dalem banget. Entah untuk tujuan jadi trend setter atau apa, saya berpikir kalau kita emang harus bersyukur dalam keadaan apapun. Hey, everyone who read this. Believe me, outside some people crazy of you and wanna be like you. 

Mengeluh itu manusia, secara hidup kita banyak banget tantangannya. Tapi setiap keluhan yang keluar dari mulut sebagai bentuk rasa emosi, imbangi dengan ketenangan hati sambil berucap, Alhamdulillah. Nggak susah kok, dan ucapan itu akan semakin membuat hidup kita tenang dan merasa berkecukupan.

Artikel ini sebenarnya terinspirasi dari kejadian minggu lalu. Minggu lalu, saya meneliti tentang anak jalanan. Untuk mendapat informasi lebih mendalam, saya ngobrol sama beberapa anak jalanan di pinggir jalan. Yang saya kagu, cita-cita mereka tinggi lho. Ada yang mau jadi pilot, polisi, bahkan pemain bola. Disinilah saya merasa bersyukur. Sejak kecil, apa yang saya minta selalu dikasih orang tua. Beda sama mereka. Bahkan untuk makanpun mereka harus kerja keras dulu sehabis pulang sekolah. Pendapatannya sehari paling banyak Rp. 15.000. Inilah yang membuat saya merasa bersyukur itu perlu.

Kadang kita ngerasa, kuliah/sekolah itu berat. Tugasnya banyak, pelajarannya ngebosenin. Tapi coba deh liat saudara-saudara kita disana. yang bahkan sekolah aja nggak punya biaya. Mereka terpaksa mengubur mimpi mereka dalam-dalam untuk sekolah. Atau bahkan ada yang sekolah, tapi pulangnya harus cari uang untuk biaya hidup. Sedangkan kita, punya semua fasilitas. Tempat tinggal yang nyaman, gadget mewah, butuh uang berapapun tinggal bilang dan akan di transfer beberapa jam kemudian. Betapa beruntungnya kita.

Kalau kita misalnya lagi nggak punya uang, terus cuma makan seadanya pakai nasi atau telur atau indomie. Nikmati aja. Hidup nggak selalu ada diatas. Banyak orang-orang diluar sana yang kelaparan. Take a look. Mereka saudara-saudara kita bahkan harus bekerja seharian tanpa kepastian akan makan apa di malam harinya. 

Kalau lagi kesel sama orang tua, ya ikhlas aja. Nobody perfect kan? Orang tua gak akan selalu jadi apa yang kita pengen. Tetaplah bersyukur. Lihat yang diluar sana, anak-anak yang di eksploitasi sama orang tuanya. Ngamen dan ngemis sepanjang hari, sementara orang tuanya duduk di pinggir jalan. Sedangkan kita? Dapet pendidikan, perhatian, kasih sayang, kitanya aja yang nggak bersyukur dan akhirnya ngerasa itu semua kurang. 

Ayolah bersyukur teman-teman, apapun yang kita miliki, yakinlah diluar sana ada yang lebih parah dari kita. Allah maha pemberi, bagi hambanya yang selalu bersyukur :) Mari bersyukur dan nikmati hidupmu!

I (won't) give up

Jam 02.20. Sudah lewat tengah malam, dan mata masih (dipaksa) nggak ngantuk. Mata kuliah lagi pada cari-cari perhatian. Dipastikan hingga akhir December saya akan selalu hectic. Selesai tugas yang satu, nggak akan bisa bilang "finally" karena tugas lain menanti. Bosan. Kalau aja nggak inget jungkir balik masuk UGM, mungkin saya akan ngibarin bendera putih sambil bilang "I GIVE UP, LECTURER! YES, YOU ARE THE WINNER". 

Otak saya terus-terusan bekerja. Tiga hari ini saya nggak pernah tidur pulas. Sehari cuma tidur paling lama 4 jam. Itu pun tidur-tidur ayam karena merasa punya hutang sama tugas. Tugasnya nggak main-main lho. Yang paling menguras energi dan perasaan di minggu ini adalah tugas pembuatan kampanye sosial. Saya ngambil tema tentang eksploitasi anak di kota Jogja, dan beberapa hari saya disibukkan mencari data yang relevan, bahkan turun langsung buat ngobrol sama anak-anak jalanan. That was fun, but I'm tired. Belum lagi tugas desain komunikasi visual saya, penelitian komunikasi organisasi saya, dan ribuan kata yang harus saya tata menjadi sebuah paper. Thanks Allah, I grow with this assignment.

Saya bukannya nggak bersyukur sama anugerah Allah selama ini. It's too much gifts from you, God. Banyak kejutan-kejutan, banyak kejadian-kejadin selama kurang lebih 1,5 tahun saya memulai hidup baru di Jogja. Dunia perkuliahan keras, bro! Kalau waktu SMA dari pagi sampe sore sekolah, lanjut les, terus tidur da begitu seterusnya, 1,5 tahun ini banyaaaaakkk banget hal yang saya alami. Ada yang bikin seneng, ketawa ngakak, nangis sendiri, kecewa, merasa terkhinati. *BLAH! 

But that's life. People come & go. But the best will stay longer. Ternyata banyak pengalaman yang bikin jantung saya naik turun. Banyak karakteristik orang yang saya pelajari. Banyak yang baik, banyak juga yang sok baik. Banyak yang bener-bener polos sampai terkesan nggak tau apa-apa, tapi lebih banyak lagi yang kepolosannya dibuat-buat. Kalau orang pada bilang Jakarta keras, menurut saya Jogja lebih keras bung!

Nggak terasa saya melewati hampir setengah perjalanan saya. Dengan target lulus 4 tahun, sampai detik ini saya optimis itu bisa terlaksana. Kuncinya ya bertanggung jawab. Bertanggung jawab kepada Allah, orang tua, dan diri sendiri. Bertanggung jawab kepada hidup, termasuk kuliah. Saya nggak suci kok, sering banget TA (titip absen). Tapi resiko mengejar pelajaran yang ketinggalan juga harus diterima. Belum lagi penyakit aneh saya, yaitu ga bisa ngerjain tugas kalo nggak dipepet deadline. Sekarang sih udah mulai dikurangi, karena tugasnya terlalu banyak dan nggak mungkin dikerjain dalam waktu semalam.

Semester 3 hampir selesai, tinggal 1 bulan lagi. Tapi saya rindu semester 1. Saya kangen karaoke, jalan-jalan, hang out, berlama-lama di tempat makan. Itu semua udah tinggal kenangan yang masih nggak ikhlas saya tinggalkan. Aktivitas saya berubah drastis di semester 3. Kuliah, makan, kuliah, ngerjain tugas, main. Mainnya juga cuma sebentar. Masalahnya, temen-temen saya juga sibuknya nggak ketulungan. Apalagi hectic minggu ini yang bikin kalori entah terbakar berapa.

Kehidupan masih akan berjalan, tidak peduli saya lelah atau tidak. Tugas masih akan selalu ada, nggak peduli mata panda saya makin parah. Ya, hidup bukan seperti mendengarkan musik dari mp3 dan kita bisa memilih lagu seperti kita. Hidup seperti mendengarkan radio, kita harus bisa menerima musik apapun yang diputar. Suka atau tidak suka. Peduli atau tidak peduli. 

Jadi, saya cuma mau bilang, I won't give up till God stops my breathe. Selamat datang detik-detik menegangkan dan super hectic di ujung semester 3. Saya tantang anda, kita buktikan di akademika.ugm.ac.id :) Bubbye...


Jumat, 18 November 2011

Enam Tahun Yang Lalu

Enam tahun yang lalu...
Aku sedang merasakan cinta pertama
Dengan kamu
Kamu yang saat itu aku pandang sebagai satu-satunya makhluk sempurna
Aku bahagia. Dulu

Kamu tahu? Aku rindu
Rindu menyusuri sepanjang jalan itu penuh canda tawa
Seperti tidak ada derita masa remaja
Aku, kamu, kita
Menyusuri jalan dengan baju putih biru

Saat itu, kamu segalanya
Magnet yang mampu menarikku untuk terus masuk sekolah
Magnet yang membuatku seakan lupa segalanya
Aku merasakan magnet itu
Magnet yang mereka bilang akibat cinta monyet

Meski seiring waktu kamu tak lagi special
Meski seiring waktu kamu tak menguasai pikiranku lagi
Meski seiring waktu banyak lelaki datang dan pergi
Aku masih menyimpan rindu

Buku dengan goresan gambar masih tersimpan rapi
Enam tahun yang lalu
Aku rindu sikap cuek, pemaksa, pemarah, egois
Aku rindu kamu

Sekarang kamu pasti sudah berubah
Kamu pasti sudah tahu bagaimana cara mencintai
Kamu pasti sudah khatam bagaimana cara menunjukkan cinta
Aku yakin
Karena untukku, kamu selalu hebat

Waktu memang telah menakdirkan bahwa perpisahanlah yang terbaik untuk kita. Tapi mereka benar, cinta pertama takkan pernah terlupakan.